19/06/2020 – Sejumlah pihak memberikan respon atas aksi deklarasi KAMI yang dihadiri oleh berbagai tokoh yang menyatakan diri terlibat dalam koalisi itu, mulai dari akademisi, pakar ekonomi, budayawan, hingga mantan Panglima TNI. Mereka umumnya mengatakan bahwa kehadiran sejumlah tokoh tersebut dalam deklarasi ini tak ubahnya seperti sedang melakukan aksi deklarasi pencalonan kontestasi politik. Sebab, kebanyakan mereka merupakan pendukung paslon yang terlibat dalam kampanye tahun lalu.
Nuansa politik kental terasa dalam berlangsungnya acara deklarasi di Padahal, gelaran pesta demokrasi itu masih lama. Bahkan banyak yang menilai, kelompok ini belum mampu melupakan gelaran pilpres 2019 lalu. Sepertinya yang diungkapkan oleh politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Kadir Karding. Ia mengatakan bahwa Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) merupakan koalisi orang-orang yang kalah pada Pilpres 2019 lalu. Sebab, deklaratornya sebagian besar orang-orang yang berada di pihak lawan pemerintah terpilih.
“Pendeklarasian KAMI dapat dimaknai sebagai koalisi orang-orang yang kalah dalam Pilpres. Karena kalau melihat daftar nama sebagian besar adalah orang-orang yang kecewa ketika Pilpres terdahulu,” ujar Karding.
Lanjut Karding, KAMI ini mendeklarasikan diri sebagai oposisi Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, lebih baik menunggu gelaran Pemilu 20204 dan berikan kritikan yang dibangun dengan solusi konkret. Karding menilai daripada menjadi oposisi, lebih baik berkerjasama dengan Pemerintah membantu menyelesaikan masalah penderitaan masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
Senada dengan Karding, Politikus PDI Perjuangan, Kapitra Ampera, gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) lahir karena imbas kekalahan kontestasi politik 2019. KAMI hanya semata-mata dibentuk sekadar gerakan politik bagi para tokoh-tokoh yang bergabung di dalamnya. Bukan sebagai sebuah gerakan yang dibuat untuk menyelamatkan Indonesia. Selain itu, Kapitra menyebut KAMI sedang berusaha meraih kekuasaan namun tak berani meraihnya melalui mekanisme yang diterapkan dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Gerakan yang hadir karena kekalahan dalam kontestasi politik, dan berusaha untuk memiliki kekuasaan dalam politik, namun tidak berani melalui sistem demokrasi dan pemisahan kekuasaan yaitu melalui check and balances antara eksekutif dan legislatif”, kata Kapitra.
Banyaknya sentimen negatif terhadap KAMI, meningkatkan keraguan publik terhadap tujuan berdirinya kelompok ini. Wajar saja jika publik menilai KAMI hanya semata-mata dibentuk sekadar gerakan politik bagi para tokoh-tokoh yang bergabung di dalamnya. Bukan sebagai sebuah gerakan yang dibuat untuk menyelamatkan Indonesia. Terlebih aktor-aktor didalamnya merupakan tokoh-tokoh yang bersebrangan dengan Presiden Joko Widodo pada kontestasi Pilpres 2019 lalu. []