08/09/2020 – Penolakan atas aktivitas Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terus bergulir. Tidak hanya dari elite parpol tetapi juga dari kalangan pemuda. Kali ini Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur turut mempertanyakan tujuan dari kelompok ini. Koordinator PMII Jawa Timur, Abdul Ghoni, mengatakan pernyataan deklarator KAMI yang menyebut gerakan moral hanya tipu-tipu saja. Buktinya pernyataan yang disuarakan cenderung politis.
“KAMI itu murni gerakan politik, tapi diklaim sebagai gerakan moral saja. Ini kan kontraproduktif. Terlebih jika melihat aktor-aktor intelektualnya, mereka itu gerakan bias terhadap pasukan sakit hati pasca Pilpres,” tutur Abdul Ghoni.
Lebih lanjut, Abdul Ghoni, mengatakan bahwa narasi “menyelamatkan” yang digaungkan oleh KAMI tidak relevan. Sebab Pemerintah hingga kini terus berupaya memaksimalkan kinerja untuk menopang jalannya Pemerintahan, termasuk disaat pandemi Covid-19. “Narasi-narasi yang disampaikan seolah-olah ingin menyelamatkan Indonesia namun dengan memberikan legitimasi bahwa Pemerintah gagal, sehingga perlu diselamatkan,” katanya.
Ditempat terpisah, Aliansi Kita Indonesia (AKI) melakukan aksi unjuk rasa menolak deklarasi KAMI didepan Gedung Sate, Kota Bandung. Para peserta aksi membawa sejumlah poster yang berisi kecaman dan penolakan atas gerakan KAMI, seperti “Bantu Pemerintah Atasi Krisis Jangan Malah Mengganggu”, “Jangan Tulari Rakyat dengan Virus Kebencian pada Pemerintah”, dan sejumlah tulisan kecaman lainnya.
Koordinator aksi Aliansi Kita Indonesia (AKI), Fadhol, mengatakan bahwa koalisi yang dipelopori oleh Din Syamsuddin cs bukan gerakan moral, tetapi gerakan politik praktis. Dia menyebut tokoh-tokoh yang tergabung beririsan dengan kelompok yang ingin merebut kekuasaan Negara. “KAMI bukan lagi sebagai gerakan moral tetapi sudah menjurus ke politik. Hal itu ditandai dengan adanya tuntutan sejumlah tuntutan sejumlah tokoh KAMI untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR yang ingin melengserkan Presiden,” ujar Fadhol.
Fadhol pun menilai bahwa rakyat tidak setuju dengan aksi KAMI yang terus memprovokasi. Bukan memberikan solusi, rakyat menilai KAMI hanya memanfaatkan berbagai isu untuk menjatuhkan Pemerintahan. “Tidak semua rakyat sepakat dengan upaya KAMI, dan kini rakyat sudah paham terkait gerakan-gerakan yang hanya memanfaatka situasi untuk kepentingan politik,” tutup Fadhol.
Munculnya berbagai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat, menunjukkan bahwa KAMI mendapat sentimen negatif, karena dikhawatirkan akan memunculkan konflik yang berdampak pada keamanan sosial. Sehingga banyak pihak yang meminta KAMI untuk tidak terus memprovokasi rakyat. (JAS)