Oleh : Raavi Ramadhan )*
Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) telah tersebar di berbagai daerah, namun manuver yang dilakukannya juga mendapatkan penolakan dari berbagai daerah. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak menyukai keberadaan KAMI yang hanya menguras energi di tengah Pandemi Covid-19.
Menurut Politikus PDIP Wanto Sugito, kredibilitas KAMI justru tergerus dengan sendirinya oleh karakter para pengusungnya yang lebih mengedepankan manuver politik.
Dirinya menyatakan kader PDIP di seluruh Indonesia percaya rakyat Indonesia sudah semakin cerdas. Rakyat sudah memiliki intuisi kolektif guna membedakan mana pemimpin yang mumpuni dan bekerja keras bagi negeri.
Salah satu tindakan KAMI yang mencederai demokrasi adalah, ngototnya mereka untuk mengubah aturan saat pemilihan presiden.
Kita semua tahu bahwa sejak tahun 2004, kita telah memilih pemimpin negara secara langsung dengan mekanisme pemilu. Namun para anggota KAMI justru ingin mengembalikan cara pemilihan presiden ke zaman lampau, yakni dengan voting melalui anggota MPR.
Tentu saja hal ini merupakan kesalahan fatal karena terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia. Mengapa seakan jadi kembali ke zaman orde baru? Padahal kita sudah ada pada era reformasi. Jangan ada lagi praktek seperti itu, karena sama saja menjadikan negara kembali menjadi primitif.
Politisi Ferdinan Hutahean mengatakan bahwa keberadaan KAMI hanya bertujuan untuk memperalat demokrasi serta kebebasan berserikat, untuk memenuhi egoisme para anggotanya. Mereka hanyalah korban ego politik pribadi. Dalam artian memang boleh mengkritik pemerintah di negara demokrasi. Namun caranya tidak seperti yang dilakukan oleh KAMI.
Dalam negara demokrasi memang diperbolehkan adanya sayap kiri atau oposisi yang bertugas memberi kritik. Hal ini bertujuan agar kepemimpinan dapat berjalan lancar dan seimbang. Namun jika KAMI menempatkan diri sebagai oposisi, tentu haruslah memberikan kritik yang logis. Tidak asal ucap dan bermotif dendam pribadi.
Apabila KAMI ingin memberikan masukan ataupun kritik kepada pemerintah, tentu saja mereka dapat melakukan audiensi langsung ke hadapan Presiden atau langsung menemui anggota DPR. Karena mereka adalah wakil rakyat yang tugasnya mendengarkan keluhan rakyat.
Kehadiran KAMI juga gagal mendapatkan popularitas dan perhatian dari masyarakat, karena mereka menyalahi banyak aturan. Selain hanya bisa menuntut pemerintah. KAMI juga dianggap menjungkalkan demokrasi.
Cara yang mereka lakukan-pun terkesan asal sruduk dan memaki pemerintah, membuat masyarakat tidak memberi simpati sama sekali. KAMI dinilai telah gagal dalam mendapat tempat di hati rakyat. Hal ini terbukti dengan adanya penolakan KAMI di berbagai kota di Indonesia seperti di Bandung di tolak mentah-mentah oleh banyak warga. Kelompok tersebut dianggap sebagai kelompok pengacau yang tidak bisa tertib dalam berdemokrasi di Indonesia.
Di Bandung, Puluhan orang yang tergabung dalam Ikatan Cendikia Cipayung menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Sate, Kota Bandung. Mereka menolak rencana deklarasi KAMI.
Koordinator Aksi, Sakuntala mengatakan kegiatan deklarasi tersebut sarat dengan kepentingan politik. Menurutnya deklarasi KAMI rawan memicu kerumunan massa. Padahal Pandemi Covid-19 di Kota Bandung masih belum berakhir. Deklarasi yang mereka lakukan bertujuan untuk menggiring partisipan, hanya karena mereka tidak masuk dalam struktural di pemerintahan.
Untuk itu pihaknya juga meminta kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Bandung Oded M Danial agar tidak memberikan izin kegiatan tersebut.
Pihaknya juga telah meminta kepada Ridwan Kamil dan Oded Danial agar tetap mengutamakan kepentingan rakyat bukan deklarasi.
Usai menggelar orasi di depan gedung Sate, masa bergeser ke Polrestabes Bandung. Mereka meminta kepada pihak kepolisian agar tidak memberikan izin kegiatan tersebut.
Pada kesempatan berbeda, Puluhan pemuda di Boyolali yang menamakan dirinya sebagai Masyarakat Peduli Boyolali (MPB) menggelar aksi damai di kawasan Alun-alun Kidul Komplek Pemkab Boyolali. Aksi mereka merupakan wujud penolakan terhadap KAMI.
Agus Priyanto selaku Koordinator Aksi menyatatakan, pihaknya menolak keberadaan KAMI untuk berdiri di Boyolali, mengingat MPB tidak sejalan dengan apa yang didengungkan oleh KAMI.
Ia menegaskan, jangan sampai KAMI mendeklarasikan dirinya di Boyolali yang sudah kondusif. Boyolali tidak perlu ada KAMI karena hanya akan mempengaruhi suasana kondusif yang sudah terjaga selama ini. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan KAMI dan Manuvernya mendapatkan penolakan di berbagai daerah.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini