JAKARTA – Sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menuntut Pemerintah dan KPU untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Mereka merasa bahwa jika dipaksakan, maka akan meningkatkan potensi penyebaran Covid-19. Presidium KAMI, Din Syamsuddin bahkan menilai bahwa jika tetap melanjutkan pelaksanaan pesta demokrasi ini, merupakan bentuk kediktatoran konstitusional.
Padahal, lanjut Din Syamsuddin, pelaksanaan Pilkada mendapat penolakan dari berbagai organisasi masyarakat. “Aspirasi masyarakat yang disuarakan oleh sejumlah kelompok masyarakat untuk menunda Pilkada merupakan bentuk keprihatinan terhadap penyebaran virus Covid-19 yang masih tinggi,” ujar Din Syamsuddin. Dia menyayangkan suara kemanusiaan itu diabaikan dan tidak didengar Pemerintah maupun DPR.
Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, pun juga ikut berkomentar. Dia mengatakan seharusnya Pemerintah dan KPU peka terhadap kondisi krisis mengingat pandemi Covid-19 hingga saat ini tak kunjung reda. Selain berpotensi menimbulkan klaster Pilkada, gelaran pesta demokrasi itu dinilai KAMI juga dapat menunjukan bahwa Presiden Joko Widodo melanggar janjinya.
“Presiden Jokowi akan melanggar janjinya jika tetap melaksanakan Pilkada, sebab sebelumnya berjanji akan mengutamakan kesehatan daripada urusan lainnya, seperti ekonomi dan politik,” ujar Gatot Nurmantyo.
Merespon pernyataan petinggi KAMI, politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean buru-buru mengkritik sikap koalisi itu. Ia menilai pernyataan KAMI kontraproduktif dengan sikap yang diperlihatkan koalisi itu didepan publik. Sebab diketahui bahwa KAMI kerap melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti saat deklarasi.
“Ormas ini desak pemerintah tunda Pilkada, tapi ormas ini selalu membuat kerumunan disetiap acaranya. Saya sudah bilang, menjadi orang jujur itu memang sulit, tapi setidaknya untuk tidak jadi munafik masih lebih mudah. Jadi tolong jangan munafik sebagai manusia,” ujar Ferdinand melalui cuitannya dalam akun twitter pribadinya. (AG).