Oleh : Made Raditya )*
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terus menciptakan gejolak negeri. Selain menunggangi aksi buruh, KAMI seringkali melakukan deklarasi tak berizin dan bermain peran sebagai korban (playing victim) untuk mencari simpati masyarakat.
Penyidik Bareskrim Mabes Polri memutuskan untuk memunda pemeriksaan terhadap Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani ihwal pengembangan kasus demo anarkis Penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 yang berujung penangkapan terhadap sejumlah aktifis KAMI.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan alasan penundaan pemanggilan tersebut karena penyidik masih berkonsentrasi proses dengan proses hukum yang masih berjalan.
Di sisi lain, Awi menekankan, segala keputusan sepenuhnya berada di tangan penyidik Bareskrim Polri terkait apakah Ahmad Yani akan dipanggil kembali menjadi saksi.
Sebelumnya, Komite Eksekutif (KAMI) Ahmad Yani menolak untuk menghadiri pemeriksaan di Bareskrim Polri terkait pengembangan kasus demo anarkis penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 yang berujung penangkapan terhadap sejumlah aktifis KAMI di Jakarta.
Namun, Yani mengklaim bahwa dirinya belum menerima surat panggilan dari penyelidik Bareskrim Polri terkait pemeriksaan dirinya sebagai saksi tersebut.
Sebelumnya, pihak kepolisian telah mengungkapkan penangkapan delapan orang di Medan dan Jakarta terkait dengan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja.
Penangkapan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan tim siber dari Polda Sumatera Utara.
Pada 9 Oktober 2020, tim Siber Polda Sumatera Utara telah menangkap Ketua KAMI Medan Khairi Amri. Kemudian, pada 10 Oktober 2020, tim menangkap JG dan NZ. Lalu, polisi menangkap WRP pada 12 Oktober 2020.
Pihak kepolisian menangkap mereka terkait adanya demo menolak Omnibus Law yang berakhir di Sumatera Utara. Selain itu Polisi juga menangkap Anton Permana yang juga merupakan petinggi KAMI yang berada di daerah Rawamangun.
Awi menjelaskan, mereka diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Sebelumnya, Politisi Golkar Sarmuji menilai tuntutan yang dilontarkan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kepada pemerintah tidak tepat.
Golkar memandang bahwa selama ini, pemerintah sudah bekerja secara maksimal, terlebih saat menghadapi pandemi Covid-19 ini, khususnya di bidang kesehatan dan ekonomi.
Ia menjelaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah sudah semua memenuhi tuntutan KAMI, bahkan melampaui. Pemerintah bahkan sudah mengintegrasikan antara penanganan kesehatan dengan pemulihan ekonomi agar keduanya tidak saling meniadakan bahkan menjadi langkah yang saling melengkapi.
Anggota Fraksi Golkar ini menyebut, bahwa KAMI menunjukkan kesan sebagai sekelompok yang terkesan menutup mata terhadap kinerja pemerintah yang baik selama ini. Terlebih untuk masyarakat bawah.
Dia menjelaskan, pemerintah sudah melakukan banyak langkah dan sudah mengalokasikan serta mengeluarkan ratusan triliun untuk mengatasi dampak covid-19. Yakni, melalui program pemulihan ekonomi nasional khususnya untuk UMKM, subsidi bunga untuk relaksasi kredit khususnya usaha kecil, dukungan untuk korporasi dan BUMN dan sekian langkah lainnya.
Sebelumnya, Muhammad Kapitra Ampera selaku ahli hukum Indonesia menilai bahwa pembentukan KAMI sarat akan kepentingan politis. Tuntutan dan juga aksi yang akan dilakukannya juga dianggap tidak jelas. Pasalnya saat ini Indonesia secara pemerintahan cukup baik. Bahkan dirinya melihat adanya perbaikan ekonomi yang ambruk akibat pandemi covid-19.
Kapitra menilai bahwa KAMI memiliki tujuan dan maksud lain terkait dengan misi penyelamatannya. Deklarasi mereka untuk menyelamatkan Indonesia masih perlu dipertanyakan, apakah mereka ingin menyelamatkan bangsa dari keterpurukan atau karena keinginannya mendapatkan panggung politis.
Pakar Komunikasi Politik Iman Sholeh, M.Si mengatakan aksi yang dilakukan oleh KAMI justru lebih condong kepada sikap kebencian dan gerakan anti pemerintah yang sengaja dimunculkan pada saat pandemi covid-19 berlangsung. Aksi ini dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif yang bertujuan mengganggu kinerja pemerintah dalam upaya penanganan pandemi covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi.
Iman juga menganjurkan kepada pemerintah agar mengambil sikap atas aksi ini. Terutama jika aksi tersebut hanya memprovokasi massa dan memberikan kritik tanpa solusi. Karena hal tersebut justru hanya mengganggu kinerja pemerintah.
Oleh karena itu, KAMI memang suatu gerakan yang patut diwaspadai, apalagi pada awal deklarasinya, gerakan ini sudah kerap bersentuhan dengan pihak kepolisian dan penolakan dari masyarakat.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik, aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini