Oleh : Aditya Akbar )*
Presiden Jokowi mengecam keras tindakan Presiden Prancis yang melecehkan umat Islam. Masyarakat pun mengapresiasi respon cepat Pemerintah Indonesia yang sensitif terhadap keresahan masyarakat.
Di Prancis ada kasus di mana seorang Presiden yang seharusnya dihormati, malah memberi contoh buruk kepada rakyatnya. Ia menghina umat islam, bahkan mengancam akan menutup semua masjid di negrinya. Kaum muslim yang tinggal di Prancis jadi ketar-ketir dan takut tidak akan selamat, karena ada isu SARA yang mencuat ke publik.
Presiden Jokowi dengan tegas menegur tindakan Mr Macron. Pernyataan Presiden Prancis tersebut tidak bisa didasarkan atas kebebasan berpendapat, karena ia melukai kesakralan agama. Juga menyinggung hati jutaan umat muslim sedunia. Walau di Prancis menganut paham bebas, namun tidak bisa seenaknya sendiri, apalagi jika menyangkut isu agama.
Dalam artian, jika Mr Macron terang-terangan menyerang umat islam, maka ia bisa terkena masalah. Bukankah sebagai pemimpin seharusnya ia memberi teladan baik? Namun yang terjadi malah sebaliknya. Dengan adanya kasus ini maka hubungan Prancis dengan negara lain jadi terganggu. Bahkan ada yang ingin memutus hubungan bilateral dengan negara itu.
Menurut Presiden Jokowi, Mr Macron memecah persatuan antar umat beragama di dunia. Padahal seharusnya seluruh warga negara baik di Indonesia, Prancis, dan negara lain harus bersatu. Karena kita sedang masa pandemi corona, sehingga butuh persatuan agar bisa menangani penyakit itu bersama-sama. Bukannya malah cari permusuhan dengan umat beragama lain.
Mr Macron kena batunya ketika ada bokiot terhadap produk dan perusahaan asal Prancis. Akibatnya harga saham perusahaan tersebut turun drastis. Semua ini akibat lidahnya sendiri. ia juga lupa bahwa ada tata krama dalam pergaulan antar bangsa dan antar umat beragama.
Akan tetapi, sebagai umat muslim kita juga jangan terprovokasi oleh hasutan saat ada kasus ini. Jangan sampai jadi kaum yang bersumbu pendek dan mudah marah, lalu bertindak seenaknya sendiri. Bahkan ada isu sweeping terhadap warga negara Prancis dan rencana demo di depan Kedutaan Besar Prancis, di Jakarta.
Rencananya, unjuk rasa mengecam tindakan Presiden Macron akan dilakukan tanggal 2 november di Jakarta dan 4 november di Bandung. Demo yang dikenal dengan aksi 211 dan 411 diprakarsai oleh Ketua FPI Rizieq Shihab. Bahkan ia malah memprovokasi umat dengan menyebut bahwa penghinaan terhadap Nabi tak bisa diampuni.
Memang kita protes ketika ada yang melecehkan Nabi. Namun jangan terburu-buru demo, karena masih masa pandemi. Takutnya ada klaster corona baru. Ketika berunjuk rasa, sudah lelah, kepanasan, akhirnya terpapar virus covid-19. Lantas menularkannya ke anggota keluarga dan teman yang pernah berkontak. Sungguh menyedihkan.
Tahan dulu emosi dan jangan melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri dengan turun ke gelanggang demo. Kita tidak tahu mana yang sehat dan mana teman yang ternyata OTG. Karena orang yang terkena corona pada tahap awal tidak memperlihatkan ciri-ciri fsik yang jelas.
Jika unjuk rasa itu dihalau aparat, maka jangan malah menyalahkan mereka yang sedang menjalankan tugasnya. Polisi adalah sahabat rakyat dan pelarangan demo tersebut justru sebuah bukti tanda sayang, karena tak ingin ada masyarakat yang terkena corona. Karena nekat berdemo saat masa pandemi.
Pengecaman terhadap Presiden Prancis memang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi, dan patut kita apresiasi. Namun jangan menerjang batas dan malah melanggar hukum, dengan melakukan sweeping seenaknya sendiri. Jangan pula nekat berdemo, karena bisa menimbulkan klaster corona baru.
)* Penulis adalah Kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini