Oleh : Rebecca Marian )*
Jelang ulang tahun OPM tanggal 1 Desember, masyarakat Papua diminta untuk terus waspada, karena biasanya KKSB turun gunung. Kelompok separatis ini ingin mengajak warga untuk ikut memberontak. Bagi yang menolak, maka mereka mengancam dengan senjata tajam. Pengamanan di Intan Jaya, Mimika dan wilayah lain diketatkan.
Permasalahan keamanan di Papua terjadi karena hadirnya kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) yang ngotot ingin memberontak. Mereka selama ini bersembunyi dari kejaran aparat dan memilih gunung yang masih sepi. Keberadaan KKSB meresahkan karena mereka sering memaksakan pendapat kepada warga sipil dan memamerkan senjata.
Sebentar lagi ulang tahun organisasi Papua merdeka (OPM), yakni tanggal 1 desember. Menurut tradisi, tiap tanggal tersebut KKSB akan turun gunung dan muncul di muka publik. Tujuannya agar mengajak masyarakat agar memerdekakan Papua. Mereka kukuh ingin lepas dari Indonesia dan mendirikan OPM sejak tahun 1965.
Keberadaan mereka tentu meresahkan warga. Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw menyatakan pihaknya memperketat pengamanan di seluruh wilayah Bumi Cendrawasih. Tak hanya di wilayah Mimika, namun juga tempat lain. Seperti Jayapura dan Merauke. Jumlah aparat yang ditugaskan akan ditambah, agar tidak ada lagi kekacauan tanggal 1 desember.
Pengamanan diperketat agar tidak ada pertumpahan darah. Karena KKSB makin ngawur dengan menembak aparat yang bertugas, seperti yang pernah mereka lakukan di Sugapa, Intan Jaya. Karena mereka merasa polisi adalah wakil dari pemerintah Indonesia, sehingga nekat melontarkan pelor.
KKSB adalah kelompok separatis yang berdiri karena kontra dengan hasil pepera (penentuan pendapat rakyat). Mereka tak mau bergabung dengan Indonesia. Walau sudah puluhan tahun bergerilya, tapi sekarang tetap menebarkan teror lewat media sosial. Bahkan salah satu anggota mereka memprovokasi jika KKSB tidak ‘berjuang’, ras melanesia akan dihancurkan.
Tuduhan itu tentu salah besar karena pemerintahan Presiden Jokowi tidak pernah melakukan rasisme dan memakai isu SARA. Mungkin mereka tak merasakan perbedaan antar pemerintah sekarang dengan orde baru, karena terlalu lama bermukim di gunung dan hutan. Saat ini Papua sudah maju berkat otonomi khusus, dan KKSB malah menolaknya.
Permasalahan KKSB memang pelik. Mereka licik dengan merekrut anggota baru dari anak remaja yang putus sekolah. Para ABG itu dipengaruhi agar mau masuk jadi kader baru KKSB, dengan banyak iming-iming. Sementara remaja yang masih labil merasa jadi anggota kelompok tersebut adalah hal yang keren karena jadi gagah dan bisa menenteng senjata tajam.
Dari mana KKSB mendapat senapan dan senjata tajam lain? Ternyata mereka bisa dengan mudah mendapatkannya di jaringan penjualan senjata pada black market. Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni menyebut jika di wilayahnya, KKSB bisa membeli senjata dengan mudah. Ia langsung mengecam dan meminta bantuan polisi dan tentara untuk membongkar kasus ini.
Natalis menyatakan ada kongkalingkong antara anggota KKSB dengan pengurus desa di wilayah Intan Jaya. Mereka menyalahgunakan dana desa dari pemerintah, lalu membeli senjata untuk KKSB. Walau pengurus desa mengaku hanya diancam oleh anggota separatis tersebut, namun tetap saja ia melanggar peraturan, karena melakukan korupsi.
Dana desa ditransfer melalui rekening pribadi dan uang untuk membeli senjata juga diberikan via transfer Bank. Sehingga agak susah untuk menelusurinya. Maka perlu adanya kerja sama dari pengurus desa dan pihak Bank, agar tidak ada kasus yang terulang. Jangan sampai pengurus desa kehilangan jabatannya karena dianggap memihak KKSB.
Warga Papua diminta untuk jangan terpengaruh atas provokasi KKSB. Jangan pula mau diprovokasi untuk bergabung, karena mereka kaum separatis.Aparat juga meningkatkan keamanan di Papua jelang 1 desember, agar keadaan di Bumi Cenderawasih selalu aman dan damai.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta