Oleh : Dodik Prasetyo )*
Pemerintah mendorong terwujudnya RUU BPIP. Masyarakat pun mengapresiasi usulan tersebut sebagai upaya membumikan Pancasila di Indonesia, khususnya kepada generasi muda.
Sejumlah tokoh dari Bali telah menyatakan kesepakatan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi penting sebagai landasan hukum untuk lebih membumikan nilai-nilai Pancasila.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Udayana Dr Dewa Gede Palguna mengatakan, tidak mungkin memisahkan Pancasila sebagai dasar negara maupun ideologi negara. Tidak mungkin bicara gagasan kebangsaan apabila tidak bicara Pancasila. Oleh karena penting, maka dasar hukum setelah UUD 1945 harus ada, yakni dalam bentuk undang-undang.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut menilai, dengan fungsinya yang sedemikian penting, tentu tidak cukup apabila BPIP hanya diatur oleh Perpres.
Sementara itu, Prof Dr Sukadi, MED selaku Ketua Umum DPD Gerakan Pembumian Pancasila Provinsi Bali juga berpendapat bahwa BPIP memiliki peranan yang sangat penting supaya tidak ada penafsiran yang beragam mengenai Pancasila.
Dirinya menyebutkan masih banyak anak-anak bangsa yang belum memiliki pandangan sama terkait Pancasila, bahkan masih ada yang belum sepakat denga Pancasila sebagai ideologi negara.
Sehingga dengan adanya penafsiran yang sama tentang Pancasila, diharapkan tidak ada keraguan lagi bahwa Pancasila yang benar itu adalah yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Sukadi juga menyatakan bahwa BPIP tidak cukup hanya diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), tetapi harus dengan landasan hukum yang lebih tinggi yakni dalam bentuk undang-undang.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Politiik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Pancasila akan tetap berisi lima sila dalam RUU BPIP.
Pancasila di dalam RUU BPIP tersebut dikembalikan seperti yang dipidatokan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Ir Soekarno pada tanggal 18 Agustus 1945.
Mahfud juga menekankan bahwa salah satu pijakan penting yang diatur dalam Surpres RUU BPIP tersebut yaitu RUU BPIP harus mengacu kepada Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.
Mahfud mengatakan bahwa DPR dan Pemerintah sepakat akan membuka seluasnya akses masyarakat terhadap RUU BPIP. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi membahas dan memberikan kritikan terhadap RUU BPIP tersebut.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sempat mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo berharap agar BPIP dapat diperkuat dalam undang-undang, sehingga tidak sekadar hanya dengan peraturan presiden.
Bamsoet mengatakan, lahirnya BPIP melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018 tidak terlepas dari “political goodwil” Presiden Jokowi agar setiap anak bangsa dapat memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, Presiden Jokowi ingin menguatkan BPIP melalui undang-undang sehingga siapapun presidennya, BPIP akan tetap eksis menjadi milik bangsa Indonesia, dan tidak akan hilang hanya akibat kepentingan dari politik sesat.
Ia mengatakan, pro-kontra di masyarakat mengenai RUU HIP pada dasarnya menunjukkan kepedulian mereka terhadap Pancasila, namun yang terpenting jangan sampai terjadi pembelahan sosial akibat adu domba yang dilakukan oleh segelintir pihak yang memanfaatkan situasi demi kepentingan sesaat.
Mantan Kepala BPIP Yudi Latief mengatakan, Pancasila tidak bisa diarahkan ke multi interpretasi. Jika itu dilakukan maka akan muncup potensi mispresepsi.
Ia menjelaskan, Pancasila sejatinya telah dijaga serta diimplementasikan seutuhnya oleh masyarakat sendiri. Artinya nilai-nilai yang terkandung di Pancasila tak pernah luntur dan membuat rusak negara.
Pada Kesempatan berbeda, Pengurus Daerah (PD) XIII Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Jawa Timur menyatakan, kesiapannya mengawal pembahasan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Surat Presiden Joko Widodo tentang RUU BPIP telah diserahkan ke DPR RI, yang menandakan akan dilanjutkan ke pembahasan.
R. Agoes Soerjanto selaku Ketua PD XIII GM FKPPI Jatim berharap, RUU BPIP yang kini telah resmi dibahas di DPR RI, tidak lagi dipermasalahkan pihak tertentu. Apalagi sampai memicu pro dan kontra. Sebab, menurutnya, RUU BPIP secara substansi berbeda dari RUU HIP.
Jika RUU BPIP disahkan menjadi undang-undang, maka akan ada acuan hukum tegas atau legalitas BPIP. Dimana saat ini Indonesia telah memiliki BPIP yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2018.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia