Oleh : Rebecca Marian )*
1 Desember merupakan hari jadi Organisasi Papua Merdeka (OPM), peringatan tersebut menjadi alarm bagi masyarakat Papua untuk meningkatkan kewaspadaan dikarenakan kelompok tersebut kerap melakukan aksi brutal demi menunjukkan eksistensinya.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan kelompok separatis yang tidak pernah sedikitpun mendapat simpati masyarakat. Mereka pernah menyandera 1.300 warga dan mengakibatkan seorang anggota Brimob tewas.
Terakhir mereka melakukan agresi kepada pasukan keamanan di wilayah Intan Jaya, Papua. Berbagai peristiwa ini menunjukkan bahwa eksistensi OPM sudah keterlaluan, terutama jelang peringatan HUT OPM pada 1 Desember mendatang.
Kolonel Czl IGN Suriastawa selaku Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kobabwilhan) III menyatakan dua orang prajurit TNI mendapatkan serangan dari OPM saat melakukan patroli untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keduanya yakni Pratu Firdaus dan Pratu Arbi.
Dalam peristiwa tersebut, Pratu Firdaus Kurniawan gugur dalam tugas, sementara 2 orang rekan lainnya luka-luka. Hal ini diungkapkan oleh Komandan Korem 173/PVB Brigjen Iwan Setiawan. Selain 2 anggota TNI yang luka, ada juga warga sipil yang menjadi korban penembakan.
Sebby Sambom menyatakan bahwa dalam penembakan tersebut, yang bertanggungjawab dalam OPM dan TPNPB. Pria yang merupakan juru bicara TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) mengungkapkan alasannya bahwa penembakan dilakukan karena para anggota TNI melakukan kekerasan terhadap warga sipil Papua, sehingga mereka melindunginya.
Namun pembelaan Sebby rupanya hanya alibi yang tidak berdasar. Karena TPNPB tidak bertujuan untuk melindungi, namun menyerang TNI yang tengah mencari keberadaan kelompok separatis. Mereka tidak terima apabila kelompoknya ditangkap dan dianggap pemberontak, karena menurut TPNB dan OPM, negara yang sah adalah Papua Barat, bukan Indonesia.
TPNB rupanya memiliki tradisi turun gunung jelang ulang tahun OPM tanggal 1 Desember. Mereka tidak hanya menampakkan diri untuk mempromosikan Gerakan Papua Merdeka, namun juga menebar teror. Tak peduli kepada pendatang maupun sesama warga asli Papua. Semua ditakut-takuti dengan senjata api yang mereka miliki.
Penjagaan di seluruh wilayah Papua memang diperketat jelang 1 Desember. Sweeping tersebut dilakukan di banyak tempat dan jangan sampai ada yang ketahuan mengibarkan bendera bintang kejora atau membawanya di dalam tas. Karena bendera Papua Barat tersebut merupakan bendera terlarang dan merupakan simbol dari kaum separatis.
Warga Papua tentu wajib bersikap waspada akan bujuk rayu OPM. Jangan sampai ada yang mau bergabung dengan alasan jika menjadi anggota separatis akan terlihat macho. Pahamilah sejarah bahwa OPM merupakan pemberontak yang melanggar hukum dan selalu membuat onar.
Selama ini OPM memang dikenal sebagai kelompok yang menginginkan agar Papua berpisah dari Indonesia karena menganggap bahwa pemerintah Indonesia selalu menganaktirikan Papua dan hanya membangun Pulau Jawa.
Namun tuduhan tersebut tentu tidak berdasar, hal ini terbukti dimana pada era Presiden Joko Widodo, Bumi Cenderawasih tersebut sangat diperhatikan dengan keistimewaannya. Apalagi Presiden Jokowi telah berhasil menerapkan kebijakan BBM satu harga dari sabang sampai merauke.
Kita juga jangan menutup mata akan adanya kucuran dana otonomi khusus (otsus) Papua yang mampu menunjang pembangunan di Papua, salah satunya pembangunan Bandara Internasional Sentani.
Menghadapi kelompok OPM yang kembali berulah, pengamat militer dan intelijen, Connie Rahakundini menilai sudah waktunya TNI diberikan peran operasi dalam Undang-undang (UU). Connie menilai, tindakan kelompok OPM ini sudah melewati batas. Sehingga pemerintah melalui aparat keamanan TNI/Polri harus mengambil langkah tegas terhadap mereka.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut bahwa negara tidak akan tunduk terhadap pelaku segala bentuk tindak kriminal dan gangguan keamanan. Ia mengatakan, secara jelas TPNPB OPM merupakan kelompok kriminal yang harus segera mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Tindakan kriminal yang dilakukan oleh kelompok separatis tersebut tentu saja menciptakan keresahan dan ketakutan di masyarakat lokal. Hal tersebut juga turut mengganggu pembangunan yang sedang dikerjakan oleh Pemerintah.
Masyarakat tentu jangan mudah terprovokasi oleh kelompok yang ingin berpisah dari Indonesia. Karena permasalahan di Papua haruslah dibenahi secara bersama-sama, bukan dengan sikap skeptis yang berujung pada keinginan yang mengutamakan kepentingan kelompok semata.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta