Oleh : Firza Ahmad )*
Kasus anggota FPI yang terjadi di KM 50 jalan tol Jakarta-Cikampek akan diselesaikan sebaik-baiknya. Setelah ada rekonstruksi adegan, masyarakat jadi tahu kejadian yang sebenarnya. Dalam kejadian tersebut, tindakan polisi dibenarkan, karena mereka sedang membela diri. Sebaliknya, laskar FPI bersalah karena melanggar hukum.
Publik sempat terhenyak ketika ada peristiwa di Jalan tol Jakarta-Cikampek. Apalagi ada korban jiwa. FPI langsung terpantik emosinya dan mengancam akan membawa kasus ini ke mahkamah konstitusi, bahkan ke pengadilan internasional. Namun mereka tak bisa berkutik, karena dalam peristiwa ini, ditemukan senjata api dan senjata tajam milik anggota laskar FPI.
Penemuan ini makin membuat masyarakat sadar bahwa tindakan polisi benar. FPI tidak bisa menuduh bahwa aparat yang bertindak dengan keras. Namun kebalikannya, polisi melakukan tindakan tegas terukur karena untuk membela diri. Logikanya, bagaimana cara menghindari serangan dari laskar, ketika mereka membawa senjata api, jika tidak melakukan tembakan?
Setelah penemuan senjata api milik laskar, maka dilakukan reka ulang adegan. Dalam rekonstruksi itu, digambarkan bahwa anggota laskar memang berniat menembak polisi terlebih dahulu, dan berusaha merebut senjata api aparat. Bahkan mereka tertawa-tawa saat melakukannya. Namun akhirnya keadaan berbalik dan mereka berhasil dilumpuhkan.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarty menyatakan dalam Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 dan Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2009, bahwa penggunaan senjata api hanya boleh digunakan untuk melindungi nyawa manusia. Syaratnya, harus dipakai dalam keadaan membela diri dari ancaman luka berat atau kematian atau mencegah terjadinya kejahatan berat.
Jika menilik dari 2 peraturan tersebut, maka tindakan polisi sudah tepat, karena mereka membela diri saat diancam oleh orang lain. Pilihannya hanya menghilangkan nyawa atau kehilangan nyawa. Sehingga tindakan tegas terukur memang diperbolehkan, dan bukan melanggar hak azasi manusia. Dalam keadaan genting, maka pemakaian pistol diperbolehkan.
Kasus ini sudah dibawa ke Komnas Hak Azasi Manusia oleh pengurus FPI, namun mereka malah mendapat malu. Pasalnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Damanik menyebutkan rekaman suara saat kejadian. Ternyata ditemukan fakta bahwa laskar FPI menikmati baku tembak dengan aparat. Dalam artian, laskar sejak awal sudah memiliki rencana buruk kepada polisi.
Fakta dari komnas HAM ini menjungkirkan tuduhan FPI bahwa pihak merekalah yang diculik dan dihilangkan nyawanya dengan semena-mena. FPI sengaja membuat hoaks bahwa laskar yang menjadi korban. Bahkan ada foto yang tersebar di media sosial dan disebutkan jasad laskar sedang tersenyum. Padahal itu foto palsu dan orang tersebut masih hidup, dan bukan yang berada di mobil saat peristiwa itu terjadi.
Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Andi Rian Djajadi menyatakan bahwa 6 anggota FPI yang kehilangan nyawa pada peristiwa di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri. Karena mereka terbukti melanggar pasal 170. Namun pengadilan yang akan memutuskan bagaimana selanjutnya.
Brigjen Andi melanjutkan, berkas kasus tersebut akan dilimpahkan ke jaksa. Untuk menghentikan kasus, maka bisa di tahap penuntutan, bisa di penyidikan. Sementara untuk Untuk dugaan unlawful killing, penyidik sudah membuat LP dan sedang dilakukan penyelidikan untuk mencari bukti permulaan. Dasar penyelidikannya adalah Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 338 (KUHP).
Ketika ada peristiwa berdarah di Jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 dan sudah jelas reka ulang adegannya, maka menunjukkan transparansi oleh Polri. Mereka tidak menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu. Masyarakat juga bisa update tentang kasus ini, karena selalu ada penjelasan dari humas polri, dan menjadi lega karena tahu faktanya.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor