impresionis.com – Sebuah pernyataan janggal dan kontroversif datang dari anggota parlemen Papua New Guinea, Belden Norman Namah. Dirinya menyesalkan tindakan penangkapan yang dilakukan aparat keamanan Indonesia terhadap Gubernur non aktif Papua, Lukas Enembe. Meski mengaku memahami kondisi hukum yang terjadi namun untuk alasan kemanusiaan, dirinya meminta agar Lukas Enembe dibebaskan. Permintaan tersebut disampaikan olehnya melalui surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 27 Januari 2023 lalu.
Permintaan tersebut disampaikan dirinya karena Lukas Enembe juga merupakan saudara sesama orang Melanesia. Dijelaskan juga bahwa Lukas Enembe tidak melawan saat ditangkap dan selalu bekerja sama dengan pihak berwenang. Lukas Enembe juga telah meminta untuk ditemani ke Singapura untuk mendapatkan perawatan medis namun permintaan tersebut ditolak. Terakhir, kembali lagi ditegaskan olehnya bahwa permintaan pembebasan tersebut semata-mata didasarkan pada alasan kemanusiaan dan sebagai pemimpin yang mewakili rakyatnya yang memiliki hubungan yang sama dengan Lukas Enembe di seberang perbatasan wilayah.
Jejak Dukungan Papua Nugini Terhadap Lukas Enembe
Jika ditelaah kembali pernyataan seorang anggota parlemen Papua Nugini tersebut. terdapat sejumlah upaya yang mengarah pada penggiringan opini masyarakat bahwa pemerintah melalui KPK telah bertindak tidak wajar terhadap Lukas Enembe. Pertama, gubernur non aktif tersebut digambarkan sebagai sosok yang taat hukum dan tidak melawan dalam kasus yang menyeretnya. Padahal kita semua tahu bahwa Lukas Enembe bersama dengan simpatisannya telah melakukan serangkaian upaya demi menghalangi proses penyidikan KPK. Mulai dari pelibatan masyarakat Papua untuk ‘memagari’ kediamannya, mengkoordinasi aksi unjuk rasa dukungan, melibatkan tokoh adat untuk mengangkat dirinya sebagai kepala suku besar Papua secara sepihak, kemudian meminta hukuman diproses dengan cara adat, hingga menyewa pengacara yang sering memberikan keterangan yang tak sesuai dengan fakta.
Kedua, penangkapan Lukas Enembe dalam keadaan sakit yang dinarasikan tak wajar berbeda dengan kondisi aslinya. Publik juga sudah paham bahwa seorang Lukas Enembe berkali-kali menggunakan alasan sakit untuk menghindar dari pemeriksaan hukum, bahkan jika ditarik ke belakang. Ia pernah pergi ke luar negeri dengan alasan berobat namun kemudian diketahui sedang berjudi dengan uang panas yang saat ini masih dalam penyidikan. Sudah benar jika kemudian KPK menolak permintaan Lukas Enembe untuk berobat ke Singapura. Lukas Enembe terlampau sering meninggalkan Papua hanya untuk berjudi di luar negeri.
Kemudian ketiga, pernyataan yang menyebut bahwa demi alasan kemanusiaan maka Lukas Enembe harus dibebaskan adalah bentuk kalimat penyesatan yang mengarah pada tuduhan bahwa selama dibawa ke Jakarta, Lukas dianggap tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Tuduhan ini bukan sekali dilayangkan ke KPK secara terbuka, sebelumnya terdapat pihak pengacara, pihak keluarga, hingga sejumlah tokoh Papua, salah satunya Pendeta Socratez Yoman yang diindikasi digerakkan oleh pihak Lukas Enembe untuk membuat sebuah narasi pembelaan dan permintaan agar dibebaskan memanfaatkan kemudahan mengunggah di media online.
Mungkin yang disebut memiliki hubungan dekat antara Papua Nugini dan Lukas Enembe tak hanya karena persamaan ras atau sesama orang dari wilayah timur. Belum juga lupa dari ingatan kita bahwa Lukas Enembe pada tahun 2021 pernah kabur melarikan diri ke Papua Nugini dengan alasan berobat. Karena hal tersebut, dirinya sempat mendapat teguran keras dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian karena sebagai kepala daerah telah menyalahi aturan. Papua Nugini juga disebut sebagai tempat orang-orang bermasalah untuk lari dari pengejaran aparat. Kasus terbaru, pada pertengahan 2022 lalu, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak yang menjadi buron KPK karena kasus suap dan gratifikasi juga diindikasi melarikan diri ke Papua Nugini.
Maka menjadi hal yang patut dipertanyakan ketika seorang anggota parlemen meminta kepada Presiden Jokowi agar Lukas Enembe dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Bukan sebuah kesalahan ketika muncul pernyataan tersebut, namun yang disesalkan adalah sejumlah faktor yang mendasarinya bahwa seolah-olah pemerintah memperlakukan Lukas Enembe tidak sebagaimana mestinya. Satu hal yang harus kita sadari bahwa dibalik adanya permintaan tersebut adalah penggiringan opini masyarakat. Menganggap pemerintah bertindak tak sesuai dengan aturan demi meraih simpati sebagian publik agar turut mendukung sang tersangka KPK. Sebuah hal konyol yang harusnya tak digubris, apalagi direspon.
KPK Perlakukan Lukas Enembe Sebagaimana Mestinya
Isu yang sempat beredar bahwa KPK tak perlakukan Lukas Enembe dengan sewajarnya santer muncul dari pihak Lukas Enembe seperti keluarga, pengacara, hingga tokoh Papua yang mendukungnya. Namun, pihak KPK telah menegaskan serta menjelaskan secara detail berkaitan dengan penanganan Lukas Enembe. Begitu juga penilaian dari pihak luar yang juga menilai demikian. KPK telah memperlakukan Lukas Enembe sebagaimana mestinya.
Sekjen Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI), Arip Nurahman menilai bahwa penanganan yang dilakukan oleh KPK terhadap tersangka Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe dinilai sudah memenuhi HAM dan sesuai prosedur. KPK juga menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan hak tersangka, khususnya dalam hal pemenuhan kesehatan. KPK tidak pernah memaksa Lukas Enembe saat agenda pemeriksaan, meski KPK memiliki dokumen menyatakan yang bersangkutan fit untuk menjalani proses hukum. Bahkan pada saat penangkapan, KPK memperhatikan kondisi tersangka dengan mendatangnkan tim dokter ke Jayapura. Begitu juga selama di RSPAD, Lukas didampingi oleh dokter Rutan KPK, termasuk dokter pribadinya diberi kesempatan untuk turut mengawasi dan melihat langsung keadaannya. Dirinya menegaskan bahwa hak-hak Lukas Enembe telah terpenuhi secara menyeluruh.
Sementara itu, Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, Prof. Gayus Lumbuun (STIH-PGL), Rd. Yudi Anton Rikmadani menilai bahwa KPK telah sesuai dengan prosedur dalam menangani perkara Lukas Enembe. HAM tersangka kasus suap dan gratifikasi poyek infrastruktur di Papua tersebut juga telah terpenuhi. KPK telah menjunjung tinggi hak tersangka, khususnya dalam hal pemenuhan kesehatan. Sejauh ini, ia melihat KPK tidak pernah memaksa Lukas Enembe dalam hal pemeriksaan.
Kemudian berkaitan dengan keinginan Lukas Enembe untuk berobat ke Singapura, juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri menegaskan bahwa KPK tidak bersedia membawa Lukas Enembe berobat ke Singapura. Hal tersebut karena fasilitas medis di Indonesia masih mumpuni untuk menyembuhkan Lukas. Ali menjelaskan Lukas bakal dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, jika kesehatannya menurun. Tersangka lain juga dilarikan ke tempat tersebut jika butuh perawatan medis mendalam. Lebih lanjut, Ali menjelaskan Lukas bisa diperiksa sebagai tersangka dan penahanannya dilanjutkan. KPK memiliki dokumen yang menjelaskan orang nomor satu di Papua untuk bisa melanjutkan proses hukum.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)