Oleh : Vina Gunawan )*
Di tengah kesibukan masyarakat dalam memantau hasil pemungutan suara pasca Pemilu 2024, tanpa disadari para simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggalang dukungan di kalangan generasi muda untuk memperjuangkan tegasnya khilafah. Hal ini bukanlah dugaan semata melainkan fakta yang bisa dilihat bahwa dalam acara ‘Metamorfoshow’ yang dilakukan eks-HTI di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan salah bentuk penggalangan berkedok acara Isra Mi’raj.
Kabarnya, acara tersebut dilakukan dalam rangka mendoktrinasi ribuan anak muda yang hadir untuk mendukung gerakan penegakan sistem khilafah di Indonesia. Di dalam acara itu pula kelompok eks-HTI mewacanakan tentang kebobrokan negara demokrasi Indonesia dan melakukan kampanye yang berisi narasi khilafah merupakan solusi atas segala masalah yang dihadapi bangsa ini.
Tentu saja, kehadiran HTI ini harus menjadi perhatian serius bagi Pemerintah maupun masyarakat pada umumnya mengingat situasi politik saat ini sedang rawan untuk ditunggangi dan diprovokasi oleh kelompok-kelompok yang menginginkan adanya kericuhan. Apalagi, dengan adanya gejolak politik yang masih menegang dikhawatirkan acara ini memanfaatkan ketidakstabilan politik untuk menggalang dukungan dan merekrut simpatisan baru para radikalis.
Maka dari itulah, penting bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya-upaya radikalisme seperti ini. Polisi masih berkoordinasi dengan pihak TMII yang meloloskan acara tersebut untuk diselenggarakan, mengingat HTI merupakan salah satu organisasi terlarang di Tanah Air. Acara yang dihadiri ribuan pemuda tersebut dikhawatirkan menumbuhkan pemikiran baru yang berbahaya bagi generasi muda. Alih-alih membangun bangsa, generasi muda yang terpapar paham radikalisme ditakutkan akan ikut memperjuangkan dan menghidupkan kembali paham ini dengan segala cara.
Informasi ini ramai tersebar di media sosial yang diunggah oleh akun @chanzyeolk di platform X (dulu Twitter). Di dalam akun tersebut menyebutkan bahwa acara ‘Metamorfoshow’ dihadiri Ismail Yusanto selaku eks Juru Bicara HTI, Aab El Karami selaku konten kreator dari HTI, M. Ihsan Akbar yang merupakan influencer Gen Z HTI, hingga Akhmad Adiasta yang merupakan narator sekaligus produser dokusinema Sejarah Islam ‘Jejak Khilafah di Nusantara’.
Diketahui, Pemerintah telah membubarkan HTI pada 2017 lalu karena dianggap bertentangan dengan konsensus dasar bangsa Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Saat dikonfirmasi pun, Kepala Seksi Humas TMII, Novera Mayang mengatakan bahwa saat pihaknya menerima surat dari panitia acara tersebut pada 7 Februari, tidak disebutkan penyelenggara kegiatan berasal dari HTI atau mengatasnamakan HTI.
Mayang menambahkan bahwa TMII merupakan pihak pengelola lokasi, maka dari itu terkait konten atau substansi acara merupakan tanggung jawab dari pihak penyelenggara. Saat ini, manajemen TMII telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk bekerja sama melakukan investigasi terkait kegiatan tersebut.
Ketua Prodi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhammad Syauqillah mengatakan bahwa Pemerintah harus menaruh atensi khusus terhadap kelompok HTI yang Kembali memperlihatkan diri di masa transisi kepemimpinan 2024. Kemunculan HTI ini merupakan sinyal kuat bahwa organisasi transnasional masih eksis di Indonesia. Meskipun secara resmi sudah dibubarkan oleh Pemerintah, namun sejatinya sel-sel HTI masih tertancap kuat oleh para simpatisan mereka. Hal ini dapat dibuktikan dari ribuan orang yang hadir dalam acara tersebut serta pesan yang disampaikan sangat gambling dan terang-terangan untuk menegakkan iedologi Khilafah di Indonesia.
Syauqillah menegaskan bahwa semua pihak tidak boleh terlena dengan terjadinya tren penurunan angka kejahatan atau aksi terorisme akhir-akhir ini, karena pemikiran dan doktrinasi radikalisme maupun ekstremisme yang berbahaya bagi keutuhan NKRI masih mengemuka hingga sekarang. Era media sosial yang begitu bebas juga sangat rawan bagi netizen ikut terpapar dengan agitasi dan propaganda mereka.
Edukasi dan pemahaman yang lebih baik tentang ancaman yang dihadapi dari organisasi seperti HTI dan aliran-aliran radikal lainnya sangat perlu ditingkatkan, baik di kalangan generasi muda maupun masyarakat umum. Ini tidak hanya melibatkan upaya antisipasi untuk mencegah rekrutmen dan penyebaran propaganda, melainkan juga upaya rehabilitasi untuk mereka yang telah terpengaruh oleh ideologi radikal agar tidak Kembali terpengaruh.
Peran Pemerintah dalam memantau dan menindak tegas aktivitas organisasi-organisasi radikal juga sangat penting, terlebih langkah-langkah hukum yang harus diambil untuk melawan upaya-upaya yang mengancam kedamaian dan keamanan negara seperti radikalisme. Hal ini termasuk memperkuat peran aparat keamanan dalam mengawasi dan menindak organisasi-organisasi terlarang serta menggalang kerja sama dari seluruh pihak untuk bersinergi dalam memerangi terorisme dan ekstremisme di Indonesia.
Namun, masyarakat sipil juga harus aktif dalam memerangi ideologi-ideologi ekstrem serta memberikan alternatif yang lebih konstruktif dan inklusif kepada generasi muda yang menjadi sasaran empuk radikalisme. Generasi muda harus dibekali dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai kebangsaan, pluralisme, dan demokrasi sebagai kunci untuk melawan propaganda radikal dan membangun masyarakat yang kuat, inklusif, dan juga toleran. Dengan begitu, harapannya dapat mengatasi ancaman radikalisme seperti yang dilakukan oleh HTI dan aliran-aliran radikal lainnya.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute