Oleh : Dedy Kusnandar )*
Regulasi terkait pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) ke dalam undang-undang dinilai amat penting. Sebab, hal ini merupakan jawaban dari berbagai tantangan ideologis seperti paham komunisme, liberalisme dan khilafah yang mengancam eksistensi Pancasila sebagai Ideologi negara.
Jamal Wiwoho selaku Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) mengatakan, pengaturan pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) dalam undang-undang (UU) perlu dilakukan agar proses pembumian Pancasila bisa terus dilakukan. Meskipun, saat ini PIP sudah diatur dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2018, namun kedudukannya tidak lebih kuat dari UU.
Dirinya menjelaskan, terdapat beberapa hal yang harus ditekankan dalam penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) PIP, yang rencananya akan diubah menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Diantaranya haruslah ditujukan bagi terbentuknya jati diri dan karakter bangsa, sikap patriotisme terhadap tanah air dan terciptanya sikap menghormati, toleransi dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
RUU BPIP ini tentu tidak bertujuan untuk mengatur penafsiran nilai dasar filsafat Pancasila dalam norma UU, karena pada dasarnya Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang tidak bisa diletakkan ke dalam UU.
Jamal menilai, penyusunan RUU BPIP juga harus ditujukan demi terwujudnya sistem pendidikan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan riset dan inovasi nasional sebagai landasan penyusunan pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang, termasuk pusat dan daerah di segala bidang, termasuk pusat dan daerah yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila.
RUU BPIP juga harus ditujukan demi terwujudnya sistem politik, demokrasi, hukum nasional dan politik luar negeri yang bebas aktif dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Jamal juga menilai bahwa sistem hukum berbasis pancasila memang harus dikukuhkan agar memiliki ‘taji’. Agar ideologi pancasila tidak berpengaruh dari konflik pemikiran liberalisme dan marxisme dan pengaruh kolonialisme yang antinasionalisme. Sehingga hukum yang akan diterapkan berdasarkan nilai Pancasila.
Sementara itu, RUU BPIP juga sempat menuai pro kontra dari banyak kalangan, hal ini tentu wajar karena Indonesia merupakan negara yang menganut demokrasi.
Meski demikian, Saddam Al Jihad selaku Pemerhati Politik menilai bahwa RUU BPIP perlu mendapat dukungan dan ruang intelektualisasi agar masyarakat tidak terprovokasi kembali.
RUU BPIP diklaim sebagai paket komplit untuk memperkuat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saddam lalu mengungkapkan bahwa terdapat 2 hal yang menjadi keharusan dalam mendukung RUU BPIP. Yang pertama, RUU ini berlandaskan pada TAP MPRS no. 25 tahun 1966 tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta ajaran Marxisme, Komunisme dan Leninisme.
Itu artinya, pondasi kelembagaan akan menjadi lebih tegas dan kuat dengan mengangkat landasan tersebut dan hal ini menunjukkan keberpihakan negara terhadap Pancasila.
Kedua, RUU BPIP dapat menjadi kekuatan pada setiap elemen masyarakat berkolaborasi. Bahkan secara legal bisa memperkuat Permenristekdikti 55 tahun 2018 untuk pembinaan ideologi Pancasila di kampus.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat celah bagi siapapun yang anti terhadap Pancasila di NKRI, apabila terdapat sekelompok yang menunjukkan nada penolakan terhadap RUU BPIP, hal itu bisa menjadi pertanda bahwa dirinnya terprovokasi oleh segelintir pihak.
Pada 2018 lalu, Saddam sempat mengusulkan tentang pembinaan Ideologi Pancasila di Kampus untuk memperkuat Kultur Pancasila di Kampus. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi penerbitan Permenristekdikti 55 tahun 2018 tentang UKM pembinaan Ideologi bangsa di kampus.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD pernah menegaskan, RUU BPIP berbeda dengan RUU HIP yang sempat menjadi polemik besar karena diduga berbau ideologi komunisme.
Mahfud juga secara tegas mengatakan bahwa Pancasila akan tetap berisi lima sila, tidak akan berubah seperti yang dikhawatirkan banyak orang dalam polemik seputar RUU HIP.
Mantan Pimpinan MK tersebut menyatakan bahwa Perumusan Pancasila juga akan kembali merujuk pada 18 Agustus 1945. Dimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, dengan lima sila dalam satu kesatuan makna dan satu tarikan nafas pemahaman.
Pancasila sebagai ideologi negara tentu sudah final, tidak ada ideologi selain pancasila yang bisa menjadi dasar negara bagi Indonesia.
)* Penulis adalah Kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini