12/10/2020 – Pasca kerusuhan demo buruh, mahasiswa dan pelajar yang menolak disahkan UU Cipta Kerja di sejumlah daerah memunculkan kemungkinan bahwa ada kelompok ataupun tokoh yang berperan dalam mendorong aksi tersebut. Mulai dari penyebaran berita hoaks, memanipulasi sejumlah pasal dalam RUU, hingga membiayai aksi tersebut.
Tentu berbagai orang ikut mempertanyakan siapa aktor dibalik aksi tersebut. Bahkan, Pemerintah melalui Menterinya sudah tahu siapa biang kerok yang memprovokasi massa. Pemerintah menilai aktor ini yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan yang terjadi. Aparat Kepolisian pun dituntut untuk segera mendalami keterlibatan aktor intelektual itu dalam menggerakkan aksi.
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga khawatir aksi nasional buruh tersebut akan dibelokkan untuk tujuan politik tertentu. Salah satunya diarahkan ke Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Tidak salah memang tudingan keterlibatan KAMI dalam aksi anarkis ini, sebab mereka diketahui yang paling gencar melakukan provokasi ke masyarakat.
“Sebagaimana catatan yang dihimpun Labor Institute Indonesia, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pimpinan Gatot Nurmantyo dan tokoh oposisi pemerintah mendukung aksi unjuk rasa nasional buruh tersebut,” ujar Andy William Sinaga.
Ditempat terpisah, Analis intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai, pola aksi kekerasan dan kerusuhan saat demonstrasi buruh dan mahasiswa menentang pengesahan UU Ciptaker sama dengan peristiwa kekerasan pasca Pilpres 2019 lalu. Ia mengatakan, kelompok yang melakukan kekerasan itu menyusup ke dalam aksi demonstrasi dan membuat keonaran, berujung pada akhirnya bergerak terpisah dari massa aksi.
“Jadi mereka (perusuh) unjuk rasa bukan untuk menentang UU Ciptaker. Tapi melakukan kekerasan. Dan bukan kali ini saja kita lihat unjuk rasa begitu saat Pilpres, unjuk rasa UU KUHP. Polanya sama. Ada propaganda, menggalang massa lalu mereka demo dan menyerang polisi,” tegas Stanislaus.
Ada pihak yang memprovokasi mahasiswa dan buruh untuk menggelar aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta kerja) demi kepentingan politik jangka pendek. “Gerakan moral yang bangun oleh buruh maupun mahasiswa selalu dilandasi dengan hati nurani dan sangat solid, tetapi kerap kali gerakan mereka ada yang upaya penyusupan dan melakukan provokasi dengan tujuan politik jangka pendek,” katanya.