Oleh : Firza Ahmad )*
Pembubaran FPI membuat mereka emosi dan menuduh pemerintah anti islam. Namun serangan ini ditangkis oleh ketua PBNU Marsudi Syuhud. Menurutnya, FPI dibubarkan karena menentang Pancasila. Masyarakat juga senang ketika pemerintah bertindak tegas, karena Ormas ini selalu membuat onar dan merusak perdamaian di Indonesia.
Ketika FPI dibubarkan, maka mereka mengeluarkan manuver baru agar mendapat simpati masyarakat. Ormas tersebut menyemburkan isu bahwa pemerintah saat ini sudah anti islam, karena tidak memberi izin kepada organisasi yang bernafaskan islam. Namun masyarakat tidak mudah percaya dengan ocehan para petinggi FPI, karena mereka memang selalu playing victim.
Ketua PBNU Marsudi Syuhud menerangkan bahwa ketika FPI dibubarkan, maka bukan berarti otomatis pemerintah anti islam. Karena faktanya, ada 80-an Ormas lain yang juga berbasis islam, namun tetap baik-baik saja. Bahkan ada organisasi yang lebih dulu lahir daripada FPI, tapi tak dibubarkan oleh pemerintah.
Tuduhan FPI tentang pemerintah yang anti islam sebenarnya sudah diprediksi, karena mereka selalu mengangkat isu SARA. Tujuannya agar mengambil hati masyarakat. Namun mereka tak mau terbujuk oleh FPI, karena sudah paham akal bulus Ormas tersebut, dan memang selalu menjelek-jelekkan pemerintah.
Bagi FPI, siapapun presidennya, dianggap kurang cocok, karena mereka memaksakan kehendak untuk membuat negara khilafiyah. Padahal tidak sesuai dengan ideologi Indonesia dan melanggar pan casila. Mereka tidak mau menghormati umat dengan keyakinan lain, dan tidak setuju dengan pluralisme.
Marsudi menambahkan, FPI dibubarkan karena tidak punya kedudukan hukum. Dalam artian, Ormas ini memang tidak punya izin sejak tahun 2019, karena legalitasnya tak diperpanjang oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Polhukam. Sehingga otomatis dianggap bubar, dan ketika mengadakan acara maka bisa dicap sebagai Ormas ilegal.
Pembubaran FPI dilakukan pemerintah setelah keluarnya SKB Kementrian dan Lembaga, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanggal 30 desember 2020. Surat itu ditandatangani oleh Menko Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Mendagri Tito Karnavian, Menkominfo Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Idham Aziz, Jaksa Agung ST Burhanudin, dan Ketua BNPT Boy Rafli Amar.
FPI tak boleh marah karena dibubarkan, karena Ormas tanpa izin tentu wajib ditertibkan. Tujuannya agar keamanan masyarakat makin kondusif. Oleh karena itu, jika ada rapat atau kegiatan apapun yang mengusung nama FPI, akan segera dibubarkan oleh aparat. Bahkan logonya pun tak boleh ditampakkan di spanduk, baliho, dan baju.
Masyarakat justru merasa senang ketika FPI bubar, karena mereka selalu berbuat onar. Ormas ini terkenal akan kebiasaan buruknya dalam melakukan sweeping tanpa izin, ketika jelang hari raya. Anggota FPI juga selalu sidak dari warung ke warung saat bulan Ramadhan, padahal bisa jadi yang makan di sana tidak berpuasa karena sedang haid.
Padahal yang berhak untuk melakukan sweeping seperti adalah aparat. Tindakan mereka yang congkak dan melakukan premanisme, tentu membuat masyarakat menghindar. Untuk apa sweeping dilakukan jika hanya berakhir pada kericuhan? Namun ketika ditegur, mereka malah marah karena merasa sedang membela kebenaran. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, karena mereka melanggar hak orang lain.
Bukankah seharusnya sebagai organisasi yang baik, mereka melakukan hal lain di bulan Ramadhan? Misalnya membagikan zakat fitrah dan sedekah, memberi takjil dan hdangan buka puasa gratis, dan kegiatan sosial lainnya. Namun karena mereka ngotot untuk sweeping, masyarakat makin antipati terhadap Ormas tersebut.
Pembubaran FPI sudah ada dasar hukumnya karena ada SKB Menteri dan Lembaga. Mereka tak bisa mengelak saat ditertibkan. Jika ada tuduhan bahwa pemerintah anti islam, maka sangat salah, karena buktinya Ormas lain yang islami tidak dibubarkan. Mayarakat tidak akan termakan oleh hasutan seperti ini.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor