Oleh : Deka Prawira )*
Pemuka agama memiliki peran sentral dalam membangun persatuan bangsa dan kerukunan umat beragama. Dengan demikian, masyarakat pun menolak pemuka agama yang dinilai selalu menyebarkan kebencian dan mengajarkan intoleransi.
Akui saja bahwa dinamika politik nasional di Indonesia kerap dicampuri dengan sentimen agama yang kerap menimbulkan ujaran kebencian. Hingga akhirnya muncul penghinaan terhadap sesama.
Tentu saja hal ini adalah sesuatu yang memprihatinkan dan mengkhawatirkan karena dapat menimbulkan benih permusuhan yang membawa perpecahan bangsa.
Padahal perbedaan itu sudah menjadi sunnatullah, sehingga jangan sampai perbedaan pandangan politik dapat memutuskan tali silaturahim serta mempertebal rasa kebencian terhadap sesama.
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Kalimantan Tengah berhasil menangkap tersangka berinisial FA (30) lantaran diduga melakukan ujaran kebencian di media sosial. Tersangka FA tersebut ditangkap di Jalan Bukit Tinggi, kelurahan Beriwit, Kecamatan Murung Kabupaten Murung Raya.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Kalteng Kombes Royce menerangkan, banyak ditemukan postingan yang mengandung kebencian kepada pemerintah, masyarakat bahkan salah satu ulama terkenal yaitu Abah Guru Sekumpul.
Dari hasil interogasi yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa FA merupakan seorang simpatisan Front Pembela Islam (FPI). Dalam postingannya tidak ada foto, melainan video berisi caption yang mengandung kata-kata kebencian.
Atas perbuatannya tersebut, FA akan diganjar dengan pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada tahun 2016 lalu, Rizieq sempat kembali dilaporkan oleh pihak kepolisian karena diugaan ujaran kebencian yang dapat memecah belah kerukunan antar umat beragama.
Doddy Abdallah selaku pihak pelapor mengatakan, pihaknya melaporkan RS atas tuduhan telah menyebarkan ujaran kebencian di depan publik yang kemudian berpotensi memecah belah kerukunan beragama.
Dia menyebutkan ucapan Rizieq yang dipersoalkan dalam video tersebut “Kalau Tuhan Beranak, terus bidannya siapa?” tutur Rizieq yang memancing tawa jamaahnya.
Direktur Eksekutif Student Peace Institute tersebut menuturkan, Rizieq tidak seharusnya mengucapkan kalimat tersebut. Dirinya menilai bahwa apa yang dikatakan oleh RS telah mencampuri urusan agama lain.
Ia berujar, bahwa Rizieq sangatlah tidak pantas dianggap sebagai representasi umat muslim, yang mana dengan sorban yang ia kenakan, pentolan FPI tersebut mengucapkan kata-kata yang menyinggung agama lain.
Selain Rizieq, pihaknya juga melaporkan pemilik akun Twitter @sayareya. Akun tersebut diketahui telah menyebarkan video yang merekam ucapan Rizieq tersebut.
Rizieq memang sudah berkali-kali melontarkan kalimat yang mengecewakan banyak pihak, bahkan secara gamblang telah menghina sesama warga yang berbeda keyanikan.
Masyarakat pun sudah banyak yang mengetahuinya, bahwa eks FPI telah dengan gamblang meresahkan masyarakat, tak terhitung sudah bukti tindakan intoleran FPI. Tetapi kenapa tidak sekalian dibubarkan saja, mengingat manfaat dari adanya FPI juga masih dipertanyakan.
Ormas yang dipimpin oleh Riezieq ini memiliki strategi dalam menjaring massa, hal ini bisa dilihat dari event-event politik, seperti aksi 212 sampai pada reuninya yang berjilid-jilid.
Semenjak ada FPI, maka sebagian orang mulai berani mengatakan kafir dan kafir, tidak hanya kepada pemeluk agama lain, bahkan sesama pemeluk agama Islam saja dikatakan kafir.
Apalagi jika mereka mendukung diterapkannya Khilafah di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika dibiarkan. Kita tentu yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final dan tidak dapat diganti oleh ideologi apapun.
Sebelumnya Alm KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) pernah mengungkapkan kekesalannya terhadap aparat kepolisian yang terkesan mendiamkan berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Front Pembela Islam (FPI)
Saat itu Gus Dur merasa kesal ketika mendengar laporan sedikitnya 12 orang dari massa Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama (AKKBB) terluka saat diserbu puluhan orang yang mengenakan atribut FPI di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Oleh karena itu, tentu pemerintah tidak perlu ragu untuk tidak memperpanjang izin operasional atau membubarkan FPI. Dalam hal ini pemerintah perlu tegas dalam bertindak karena hal tersebut bukanlah kriminalisasi agama dan phobia islam.
Indonesia adalah negara yang mengakui adanya 6 Agama, sehingga akan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI jika ujaran kebencian yang disampaikan oleh Pemuka Agama masih saja dibiarkan.
)* Penulis adalah warganet, aktif dalam Forum Literasi Media Tangerang