Keberadaan TPNPB OPM yang Mengancam Perang Rugikan Masyarakat Papua

Juru bicara TPNPB OPM Sebby Sambom
0 0
Read Time:5 Minute, 37 Second

impresionis.com – Jelang momentum peringatan HUT Kemerdekaan Papua pada 1 Desember mendatang menjadi ajang untuk menunjukkan eksistensi kepada publik oleh kelompok separatis. Meski peringatan tersebut tidak diakui secara nasional, namun euforia atas eksistensi mulai terlihat ke permukaan. Salah satu rencara perwujudan eksistensi tersebut muncul dari juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom.

Dalam video yang diunggah oleh kanal Youtube Suara Papua TV dan diamplifikasi di twitter oleh akun @suarapapua secara terang-terangan dalam waktu dekat akan segera  mengumumkan adanya deklarasi perang oleh TPNPB menuju revolusi total di west Papua. Video yang berdurasi 4:06 menit tersebut menampilkan juru bicara TPNPB duduk dengan seorang pria berpakaian warna biru memberikan keterangan perihal rencana perang. Disebutkan bahwa pada perayaan 1 Desember di tahun 2022 markas pusat TPNPNB mengeluarkan imbauan adanya pembentukan tiga federasi. TPNPB bersama rakyat akan mengaktifkan kembali pergerakan kemerdekaan. Selain itu, panglima tertinggi Tabuni telah membuat proposal untuk mengajukan dukungan kepada negara PBB agar membantu pengadaan peralatan perang. Dirinya juga mengklaim bahwa OPM telah resmi diakui PBB sebagai organisasi pembebasan bangsa Papua Barat. Dirinya juga mengancam kepada para pendatang untuk meninggalkan Papua Barat mulai tahun 2023. Hal tersebut berkaitan dengan adanya rencana revolusi total

Jejak Hitam Sebby Sambom

Meski bukan kali pertama sebuah ancaman dari kelompok separatis beredar luas di khalayak. Namun, sebagai masyarakat yang melek teknologi harus paham bahwa hal tersebut merupakan bentuk eksistensi semata. Meski telah menjadi data lama, keberadaan Sebby Sambom ternyata memiliki sejumah permasalahan kompleks di dunia nyata. Pada Agustus 2008 dirinya pernah ditahan lantaran berhubungan dengan perencanaan atau pidato dalam aksi damai mendukung peluncuran Parlemen Internasional untuk Papua Barat di London. Demi meminta pembebasan Buchtar Tabuni pasca acara tersebut, dirinya akhirnya juga ditahan dengan dakwaan atas tuduhan makar, konspirasi, dan menghasut publik menggunakan kekerasan terhadap aparat keamanan. Dirinya dikenakan hukuman 2 tahun, dan bebas secara bersyarat pada 14 Desember 2009 sebelum menyelesaikan masa hukumannya.

Sejumlah kasus juga pernah menjadi track record seorang Sebby Sambom. Pada tahun 2020, dirinya mengklaim bertanggung jawab atas penembakan Dosen UGM, Bambang Purwoko dan Sertu Faisal Akbat di Kampung Mamba Bawah Kabupaten Intann Jaya. Penembakan itu terjadi setelah Bambang Purwoko dan Sertu Faisak Akbar dan rombongan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam perjalanan ke Sugapa, Ibu Kota Kabupaten Intan Jaya usai melakukan olah TKP penembakan Pendeta Yeremias Zanambani. Bambang termasuk anggota TGPF pada kasus penembakan Pendeta Yeremias Zanambani. Sebby Sambom juga pernah terlibat dalam penyerangan pos polisi di Paniai yang disertai perampasan senjata dipimpin Anton Tabuni.

Nama Sebby Sambom juga tak bisa dilepaskan dari peristiwa saat dirinya mengancam akan membongkar persembunyian kelompok separatis Papua atau Kelompok Kriminal bersenjata (KKB). Hal tersebut sebagai respon dari tudingan Panglima perang KKB Papua, Egianus Kogoya yang menyebut dirinya berjuang untuk diri sendiri.

Keberadaan TPNPB OPM Rugikan Masyarakat Papua

Di wilayah Papua khususnya, siapa yang tak mengenal eksistensi TPNPB-OPM. Keberadaan kelompok ini dikenal karena ulahnya yang sering melakukan gangguan keamanan hingga penyerangan. Pun dengan Nama Sebby Sambom yang melejit karena dikenal sebagai juru bicara TPNPB-OPM, di setiap kejadian penyerangan yang dilakukan, ia dengan bangganya selalu mengaku bertanggung jawab. Padahal tak ada apapun yang dilakukan pihaknya pasca penyerangan. Kata tanggung jawab benar-benar hanya istilah sebuah pengakuan akan sebuah penyerangan yang telah berhasil dilakukan. Bukan kemudian bersedia melakukan sesuatu atas konsekuensi penyerangan yang dilakukan.

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko secara sigap telah merespon seruan TPNPB OPM yang sebelumnya meminta interpol menangkap Presiden Jokowi karena disebut sebagai pelaku kejahatan perang di Papua. Ia menyebut bahwa TPNPB OPM lah yang harusnya diadili berkaitan dengan serangkaian pembunuhan warga sipil di Papua. Mereka melakukan berbagai perusakan yang mengerikan, menindas petani di kampung-kampung, menganiaya perempuan, membunuh warga yang tidak bersalah. Bukan saja pekerja jalan, namun warga di perkampungan pedalaman pun dibantai dengan alasan klasik mata-mata TNI Polri. Selain itu, hewan peliharaan warga pedalaman juga diambil secara paksa, kemudian kebun masyarakat menjadi lumbung logistik kelompok OPM. Namun di sisi lain, TPNPB juga telah merasa kehilangan pengaruh dengan semakin membaiknya kondisi masyarakat di Papua. Sehingga dengan kondisi tersebut, sasarannya kemudian mengarah kepada masyarakat sipil yang tak bersalah.

Sebuah penelitian dari akademisi Universitas Cenderawasih Papua, La Mochtar Unu membuahkan beberapa poin eksplanasi berkaitan dengan dampak atas adanya aksi kekerasan yang kerap dilakukan oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), dimana TPN OPM merupakan bagian didalamnya. Dalam penelitian tersebut terdiskripsikan bahwa kelompok separatis meski mengaku berjuang untuk kemerdekaan masyarakat Papua, namun merugikan masyarakat sipil. Ketika beraksi, mereka juga meneror warga masyarakat, dari satu kampung ke kampung lain, meminta makan, meminta uang. Jika tidak dilayani akan berakhit dengan tindakan penyerangan atau bahkan penembakan. Masyarakat juga seolah mati di tengah-tengah layaknya pelanduk, karena serba salah dalam beraktivitas. Ketika mereka masuk hutan, untuk mencari kayu atau membuka ladang, aktivitasnya berpotensi dicurigai oleh TPN-OPM. Mereka bisa dianggap sebagai mata-mata tentara. Sementara sebaliknya, di mata TNI/Polri, mereka juga bisa dicurigai sebagai anggota TPN-OPM.

Warga Sipil Banyak Berjatuhan Akibat Konflik Kelompok Separatis

Masih dalam hasil kajian penelitian, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Wahyu Wagiman menyebut bahwa meskipun terjadi pendekatan penanganan terhadap masalah Papua, namun konflik masih terjadi dan korban kekerasan terus berjatuhan, sebagian besar menimpa masyarakat sipil. Di tengah konflik bersenjata, dalam skala global, berlaku hukum humaniter internasional atau Konvensi Jenewa dan sejenisnya yang diterapkan. Namun dalam kasus Papua, aturan hukum internasional sulit diterapkan untuk menjamin keselamatan masyarakat sipil. Pasalnya, haknya pemerintah Indonesia yang menjadi pihak dalam Konvensi Jenewa 1949, sementara kelompok OPM tidak diakui. Apa yang terjadi di Papua itu mungkin lebih dekat dan dianggap sebagai situasi ketegangan dalam negeri yang menimbulkan kekacauan dan ketegangan secara terus-menerus.

Papua Tetap Satu dan Tak Terpecah Belah

Penegasan tersebut muncul dari pernyataan Wakil Presiden, Ma’ruf Amin merespon adanya pemekaran hingga 6 provinsi. Hadir dalam kunjungan kerja di Papua, beliau mengatakan bahwa kehadiran provinsi baru merupakan sesuatu yang dapt mengubah pembangunan di tanah Papua menjadi lebih cepat dan merata. Dirinya juga mengajak kepada seluruh pihak untuk memperkuat pola sinkronisasi dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota terkait percepatan pembangunan Papua.

Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan dari Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Jayapura, Pendeta Alberth Yoku, bahwa jelang Hari Ulang Tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1 Desember mendatang diharapkan para mahasiswa Papua yang menjalani studi di manapun untuk tidak terlibat aksi-aksi demo. Dirinya menilai bahwa mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan sejatinya untuk membangun masa depan. Tidak perlu terlibat dalam aksi-aksi yang bukan menjadi tujuan dari studi.

Begitu juga dengan adanya ancaman deklarasi perang oleh Sebby Sambom yang dipublikasikan melalui media sosial. Bisa diperkirakan bahwa hal tersebut tak benar adanya. Pasalnya sejumlah peristiwa yang terjadi berkaitan dengan dirinya bagai macan ompong yang tak memiliki kekuatan untuk menggigit. Hanya gertakan di awal dan tak terbukti.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
%d bloggers like this: