Pelibatan Tokoh Gereja dan Tokoh Adat jadi Rekomendasi Pengamat Respon 7 Tuntutan Isu Penyanderaan Pilot Susi Air

TPNPB OPM saat pamer senjata yang dimiliki
0 0
Read Time:5 Minute, 51 Second

impresionis.com – Layaknya sebuah drama kolosal yang jalan ceritanya mudah ditebak kemana arah tujuan dari kisah tersebut. Begitu juga yang terjadi dengan kejadian pembakaran pesawat Susi Air di lapangan terbang Distrik Paro Nduga Provinsi Papua Pegunungan pada Selasa 7 Februari 2023 lalu. Adanya pembakaran pesawat yang sedianya akan digunakan untuk mengevakuasi 15 pekerja bangunan puskesmas di Nduga yang sebelumnya dicurigai sebagai anggota aparat intelijen tersebut berlanjut dengan isu penyanderaan sang pilot bernama Philip Mark Mehrtens yang merupakan warga Selandia Baru. Sementara kelima penumpang yang ikut bersama pesawat dari Timika tersebut ditegaskan oleh pihak aparat kepolisian tidak mengalami penyanderaan dan telah dievakusi.  

Melalui juru bicara TPNPB -OPM, Sebby Sambom mewakili OPM pimpinan Egianus Kogoya selaku pihak yang menyatakan bertanggung jawab membakar pesawat sekaligus mengklaim telah menyandera sang pilot lantas mengeluarkan sejumlah poin tuntutan sembari menunggu respon dari pemerintah Indonesia melalui aparat TNI dan Polri. Salah satu poin tuntutan tersebut sudah dipastikan terselip keinginan yang terus disuarakan yakni agar Papua lepas dari Indonesia. Sementara keenam poin lainnya yaitu: meminta seluruh penerbangan ke Nduga agar dihentikan, penilaian bahwa roda pemerintahan di Kabupaten Nduga dibawah PJ Bupati saat ini banyak terdapat kasus kriminal dan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, kemudian menginfokan bahwa TPNPB 36 KODAP se-tanah Papua segera bergerak, lalu adanya klaim bahwa segala pembangunan di tanah Ndugama ditolak, kemudian penegasan kembali bahwa pilot Susi Air saat ini sedang disandera dan tidak akan dilepaskan sebelum NKRI mengakui dan melepaskan Papua, serta pemberitahuan bahwa TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma sudah mulai kembali untuk berperang hingga Papua merdeka.

Memanfaatkan kemudahan dalam menyiarkan informasi, adanya 7 tuntutan yang kemudian tersebar luas menjadi salah satu headline pemberitaan di media online maupun percakapan di media sosial tersebut seperti menjadi amunisi bagi kelompok OPM pimpinan Egianus Kogoya untuk kembali menunjukkan eksistensi dengan memanfaatkan isu penyanderaan sang pilot. Sebuah skenario yang kerap dilakukan oleh OPM untuk mengalihkan perhatian pemerintah agar isu kemerdekaan Papua kembali bergaung menjadi pembahasan.

Penegasan bahwa Pilot Tidak Disandera dan 5 Penumpang Susi Air Telah Diamankan

Menjadi salah satu hal yang kemudian dipertanyakan publik pasca terjadinya pembakaran pesawat Susi Air adalah keberadaan kelima penumpang. Jika sang pilot kemudian banyak dinarasikan tengah disandera, namun kondisi kelima penumpang masih menjadi pertanyaan sebagian pihak. Melalui pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ditegaskan bahwa seluruh penumpang Susi Air telah berhasil diselamatkan dan dievakuasi. Kelimanya tidak ada yang disandera. Kemudian untuk sang pilot, anggota Satgas Damai Cartenz tengah melakukan pencarian. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyebut prioritas pihaknya saat ini mencari keberadaan Pilot Susi Air setelah berhasil mendeteksi keberadaannya. Bahkan menurutnya, sang pilot tidak sedang disandera namun melarikan diri setelah diancam saat pesawat yang diawakinya dibakar kelompok Egianus Kogoya. Pihak TNI kemudian melakuan penebalan personel di wilayah Distrik Paro guna mencegah gangguan keamanan terulang kembali.

Kelakukan Sebby Sambom Lempar Isu Hoaks untuk Tunjukkan Eksistensi TPNPB OPM

Seperti menjadi rahasia umum, bahwa pernyataan juru bicara TPNPB OPM, Sebby Sambom yang kerap menyatakan bertanggung jawab di pasca terjadinya gangguan keamanan di wilayah Papua merupakan agenda setting dalam rangka menunjukkan eksistensi kelompoknya di mata pemerintah. Nyatanya, berdasarkan rekam jejak selama beberapa tahun ke belakang terdapat sejumlah isu kejadian bersumber dari pernyataannya namun setelah dikroscek ternyata tidak benar atau tidak pernah terjadi. Strategi penggunaan isu hoaks selain untuk memicu keresahan publik, ternyata juga dilakukan sebagai upaya untuk berkelit dari sejumlah kesalahan yang pernah ia lakukan.

Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III pernah meluruskan hoaks tentang tewasnya tiga wanita di Kabupaten Puncak Papua yang ditembak aparat militer Indonesia. Kabar tersebut beredar dari pemberitaan sebuah media online oposisi. Kabar hoaks tersebut sengaja disebarkan oleh kelompok separatis Papua. Secara tegas, Kepala Penerangan (Kapen) Kogabwilhan III Kolonel Czi IGN Suristiawa mengatakan, tidak ada kejadian seperti yang diberitakan. Kelompok separatis OPM yang didukung oleh front politik dan klandestin di antaranya jurnalis bodrek, media dan pegiat media sosial diketahui secara aktif menyebarkan hoaks untuk menyudutkan pemerintah. Apabila OPM membakar gedung atau membunuh masyarakat sipil dan menebar teror lain, pendukung mereka sengaja untuk berdiam diri dan tidak komentar apa-apa. Seperti sudah terkoordinir secara sistematis, hoaks tersebut juga turut disebarkan oleh aktivis pro Papua merdeka dengan tujuan memfitnah tim gabungan TNI-Polri. Bahkan, pendukung separatis OPM juga pernah menyebar fitnah terkait hancurnya Gereja Kingmi yang bertujuan memprovokasi jemaat gereja, baik lokal, nasional, maupun internasional. Berdasarkan sejumlah pengamatan dan kajian, ditemukan simpulan bahwa salah satu faktor strategi hoaks dilancarkan adalah karena terdesaknya posisi kelompok separatis.

Di lain kesempatan, juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom juga pernah menyebarkan isu yang menyebutkan bahwa TNI-Polri melempar bom ke perkampungan penduduk di Papua. Dalam tuduhannya, aparat dengan kekuatan penuh dilengkapi dengan pasukan khusus bernama Pasukan Setan menyerang perkampungan penduduk lokal di Ilaga. Terdapat 40 kali serangan udara dari TNI-Polri. Serangan tersebut diklaim menggunakan helikopter. Menanggapi hal tersebut, Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Pol Iqbal Alqudusy menegaskan, bahwa kabar tersebut adalah hoaks. Dirinya mengimbau agar masyarakat tidak mempercayai informasi tersebut. Menurutnya, Sebby Sambom adalah juru bicara yang sudah tidak diakui lagi oleh TPNPB. Sebelumnya Sebby Sambom juga sempat mengklaim bahwa aparat keamanan TNI-Polri telah menewaskan remaja berusia 17 tahun. Padahal, nyatanya dua anggota Kelompok Separatis Papua yang tewas dalam kontak senjata dengan TNI-Polri dipastikan telah berusia dewasa. Hal tersebut dibenarkan oleh Kapolres Mimika AKBP I Gustri Era Adinata. Sebby secara sengaja telah menebar hoaks untuk memunculkan kesan negatif terhadap TNI-Polri.

Sehingga, munculnya 7 tuntutan yang disampaikan TPNPB OPM dimana sang pilot kemudian diklaim sebagai jaminannya, perlu dipastikan lagi kebenarannya. Hal tersebut bisa jadi merupakan strategi agar isu kemerdekaan Papua kembali menjadi perbincangan publik. Terlebih, sang pilot yang berkewarganegaraan asing saat ini masih dinyatakan dalam pencarian. Sejumlah media asing internasional pun telah menyoroti perihal isu penyanderaan pilot Selandia Baru yang dilakukan oleh kelompok separatis Papua pimpinan Egianus Kogoya.

Dorongan Sejumlah Pihak Terkait Penyelesaian Kasus Hilangnya Pilot Susi Air

Sejumlah pihak diketahui juga turut berpartisipasi dalam menyarankan sejumlah upaya untuk menyelesaikan kasus isu penyanderaan pilot Susi Air di Nduga Papua. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hasegem menyatakan perlunya pendekatan persuasif khususnya pemerintah daerah dengan TPNPB OPM. Sebelum tindakan fisik, menurutnya harus didahului dengan pendekatan persuasif melibatkan tokoh gereja, pemerintah, masyarakat, kepala suku adat, tokoh pemuda, hingga tokoh perempuan. Adanya tuntutan dari TPNPB OPM agar PBB dan negara barat terlibat dalam penyelesaian tersebut sulit terpenuhi. Pasalnya setiap negara memiliki aturan dan mekanisme masing-masing soal intervensi yang menyangkut kedaulatan negara lain.

Di sisi lain, pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyarankan agar TNI Polri menutup bandara-bandara perintis di Pegunungan Papua guna mencegah berulangnya aksi gangguan keamanan yang dilakukan kelompok separatis. Dengan menutup bandara, pemerintah dapat membangun satu bandara yang lebih besar dan kuat sebagai pangkal perlawanan dan pusat logistik yang sulit dikuasai kelompok separatis. Langkah lainnya, yakni menangkap Egianus Kogoya hidup-hidup untuk membongkar jaringan miliknya. Adanya gangguan keamanan oleh kelompok separatis Papua yang dilakukan oleh Egianus Kogoya mengindikasikan pernyataan peran menolak semua pembangunan, termasuk pemekaran DOB dan penambahan Kodim di wilayah Papua. Hal penting lainnya, untuk mengantisipasi gangguan keamanan adalah berdialog dengan tokoh Papua, baik yang pro dan kontra untuk mengetahui sejumlah harapan terhadap kemajuan Papua.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
%d bloggers like this: