impresionis.com – Hampir sebagian besar portal media dan informasi saat ini tengah mengabarkan adanya insiden penyerangan yang dilakukan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua atau juga disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Kabar yang santer beredar, mereka baru saja menyerang Pos TNI di Mugi-Mam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan pada 15 April 2023 sekitar pukul 16:30 WIT. Meski pemberitaan telah beredar di publik terkait dampak dari serangan tersebut termasuk adanya jumlah korban jiwa, namun pihak militer Indonesia belum dapat memastikan kerugian dalam serangan tersebut. Hal ini ditegaskan Kapendam-17/Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman dalam siaran pers pada minggu pagi 16 April 2023.
Pihaknya membenarkan bahwa terjadi penyerangan oleh KST Papua terhadap pasukan Satgas Yonif R 321/GT di wilayah Mugi-Mam, Kabupaten Nduga. Berdasarkan keterangannya, otoritas militer setempat masih melakukan pemantauan dan upaya untuk menuju ke lokasi penyerangan. TNI memastikan akan melakukan evakuasi secepatnya. Pihaknya juga memohon doa kepada masyarakat agar prajurit TNI yang melaksanakan tugas negara dan melakukan pencarian pilot Susi Air diberikan keselamatan, perlindungan dan kekuatan, sehingga dapat kembali bertugas.
Sebelumnya, sempat beredar informasi yang tersebar di kalangan wartawan adanya laporan yang ditujukan kepada Panglima Divisi Kostrad-1 bahwa terdapat kerugian personel sebanyak 36 orang, terdiri dari 20 anggota YR 321/GT dan 16 personel Kopassus, dengan keterangan 9 orang diduga tertangkap, 6 meninggal dunia, dan 21 orang belum diketahui keberadaannya. Secara terpisah Juru bicara TPNPB OPM, Sebby Sambom saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta juga membenarkan terkait kabar penyerangan tersebut. Namun pihaknya mengaku belum menerima laporan lengkap.
Pembangkang NKRI Wajib untuk Diperangi
Tak hanya kejadian penyerangan pos TNI yang dilakukan oleh KST Papua, sebelumnya telah terjadi eksodus warga sejumlah kampung di Nduga menuju ke Kenyam yang merupakan ibukota Kabupaten. Berdasarkan pernyataan Kapolda Papua, Irjen Mathius Fakhiri bahwa adanya eksodus tersebut karena ketakutan adanya teror dari kelompok separatis. Pihaknya meminta warga untuk sementara bermukim di Kenyam guna mengantisipasi gangguan keamanan. Hal tersebut seiring dengan upaya pembebasan Pilot Susi Air yang saat ini masih disandera. Secara tegas Kapolda juga membantah bahwa terdapat pemaksaan terhadap warga untuk meninggalkan kampung mereka. Masyarakat melakukan hal tersebut atas kesadaran karena rasa takut adanya gangguan dari anggota kelompok separatis.
Di lain tempat, kejadian gangguan keamanan juga dilakukan oleh KST Papua. Di Intan Jaya tepatnya, mereka melakukan intimidasi dengan cara mengusir dan mengancam para perempuan agar tak berjualan di pasar wilayah Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah. Tak berhenti disitu, mereka juga mengusir warga di Kampung Mambak Sugapa, Intan Jaya, untuk mengosongkan kampungnya dengan alasan akan berperang dengan aparat keamanan TNI-Polri. Dua kejadian tersebut merupakan bagian kecil dari banyaknya aksi teror KST Papua di wilayah Intan Jaya. Bahkan, gerombolan kelompok separatis tersebut juga melakukan intimidasi dan mengancam membunuh warga serta pejabat pemerintah agar tidak datang ke Distrik Agisiga, Intan Jaya. Sejumlah ancaman dari KST Papua tersebut tentunya telah membuat masyarakat semakin resah.
Kemudian yang baru saja terjadi, dijelaskan juga oleh Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih, Kolonel Herman Taryaman bahwa KST Papua kerap menggunakan cara licik dengan memutarbalikkan fakta ketika melakukan aksi terornya terhadap masyarakat. KSTP menebar fitnah dengan memanfaatkan media sosial maupun media massa untuk menyebar propaganda seolah-olah pelaku teror tersebut adalah TNI-Polri. Hal ini merujuk pada sejumlah isu dalam beberapa waktu terakhir yang menyebut bahwa TNI Polri telah menyerang warga ataupun membakar rumah honai. Dirinya lantas meminta agar semua pihak termasuk media untuk lebih selektif dan tidak mudah percaya dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh KST Papua dan afiliasi maupun simpatisannya.
Sejumlah respon berdatangan menyikapi kejadian tersebut, salah satu pihak yang dengan cepat memberikan tanggapan datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui pernyataan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. M Cholil Nafis menyampaikan keprihatinan dan duka mendalam untuk anggota TNI yang gugur. Dirinya lantas menegaskan kepada aparat agar jangan segan-segan mengirim pasukan untuk memerangi para teroris dan pembangkang NKRI. Menurutnya, langkah-langkah dalam menjaga keselamatan jiwa dan negara bukanlah sebuah pelanggaran HAM. Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa menurut hukum Islam, kedudukan para kelompok separatis dan teroris (KST), masuk dalam kategori pembangkang (bughat) kepada negara yang harus diajak kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Namun jika mereka berbuat kerusakan dan membunuh, maka wajib untuk diperangi.
Perlunya Perubahan Istilah KKB Menjadi Kelompok Separatis dan Teroris Sebagai Dasar Pemberantasan
Sejumlah kajian hingga kini terus dilakukan dalam upaya pemberantasan kelompok separatis di Papua. Dalam hal KKB berkedok separatis, konstitusi menjamin keterlibatan TNI. UUD pasal 30 ayat (3), menyatakan, “Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.” Negara memiliki Koopsus TNI yang beranggota personel tiga matra dengan klasifikasi mahir, dan khusus bertugas menumpas terorisme. Namun karena ‘kelembekan’ penanganan bisa berdampak menjamurnya KKB baru pada kawasan lain, di sekitar Papua. Seluruh tindakan brutal, dan kekejaman yang dilakukan KKB di seluruh kawasan Papua, dapat ‘ditimbang’ dengan UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan menggolongkan realita kriminal bersenjata sebagai terorisme, maka negara dapat melakukan operasi pemberantasan lebih efisien, sekaligus lebih melindungi rakyat. Hal yang perlu dicermati yakni menilik senjata yang digunakan KKB bukan alat tradisional melainkan senjata api berstandar perang. Maka KKB sudah tergolong pasukan pemberontak kombatan yang wajib untuk segera ditumpas.
Analis Komunikasi politik dan militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menilai bahwa dirinya tak setuju jika pemerintah masih menggunakan analogi KKB. Hal tersebut karena yang dilakukan mereka bukan hanya sekadar kriminal saja, melainkan memiliki tujuan melepaskan diri dari Indonesia. Gerakan separatis tersebut secara terang-terangan menyebut dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak tahun 1965. Front politik dari gerakan ini secara eksplisit menginginkan referendum untuk memilih merdeka dan lepas dari Indonesia. Mereka sudah memiliki bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, pemerintahan, dan militer. Kemudian mengapa pemerintah masih bersikukuh dan berkutat pada analogi yang kurang tepat. Padahal, BIN sejak beberapa tahun lalu telah menggunakan istilah Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua. OPM jelas gerakan separatis yang harus ditumpas dengan kekuatan militer.
Maka kita pasti semua berharap, tak ada lagi kabar penyerangan atau korban berjatuhan akibat gangguan keamanan oleh kelompok yang nyata-nyatanya tergolong sebagai gerakan separatis dan teroris. Sudah waktunya masyarakat Papua hidup tenang tanpa adanya ancaman dan gangguan yang mengharuskan mengungsi serta menahan kelaparan. Pembangkang NKRI wajib untuk diperangi.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)