Oleh : Veronica Lokbere)*
Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua masih terus melakukan sejumlah aksi teror maupun kejahatan di Bumi Cenderawasih. Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens yang disandera KST sejak 7 Februari 2023, juga belum dibebaskan hingga saat ini. Aksi KST Papua benar-benar membuat masyarakat menjadi resah dan takut untuk beraktivitas sehari-hari secara normal.
Aparat keamanan terus berupaya optimal untuk menindak tegas KST Papua sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia, yakni dengan strategi tepat serta terukur guna mengantisipasi risiko terburuk yang mungkin terjadi. Apa yang sudah dilakukan aparat keamanan patut mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan, pihaknya tidak akan menggunakan pendekatan tempur penuh untuk meredam konflik di Papua. Sebab, konflik di Papua terjadi dikarenakan adanya perbedaan paham yang menyulut mereka ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pendekatan KSAD ini mendapat apresiasi dari Pengamat Birokrasi Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW), Varhan Abdul Aziz. Menurutnya, dengan langkah ini KSAD terus berupaya melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk menjadi bagian dari NKRI, dan tetap tegas memberikan sanksi bila ada pelanggaran hukum, terutama terhadap KST Papua.
Pendekatan humanis yang akan digunakan KSAD sangat cocok untuk merangkul masyarakat, dan langkah semacam ini akan meningkatkan kecintaan masyarakat Papua terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena TNI merupakan cerminan NKRI. Bahkan pendekatan humanis tersebut lebih dibutuhkan oleh masyarakat Papua dalam penanganan konflik. Dengan pendekatan humanis maka diharapkan KST akan lebih mudah untuk dikendalikan.
Varhan menilai kebijakan KSAD bagus, karena pendekatan seperti itu yang diharapkan, dengan cara dialog semuanya akan terselesaikan. Masalah tidak akan usai ketika hanya menggunakan gertakan apalagi kekerasan, tetapi dengan kata-kata dan sentuhan hati, diharapkan Papua akan lebih damai lagi. Pihaknya optimis ketegangan yang seringkali memakan korban di tanah Papua dapat segera teratasi.
Senada dengan KSAD, Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius D Fakhiri, lebih mengedepankan penanganan restoratif sebagai upaya awal penindakan hukum dan merupakan langkah pencegahan agar situasi keamanan tetap terkendali. Cara ini telah digunakannya sejak menjabat sebagai Kapolres Jayapura pada tahun 2009. Cara ini dianggap lebih tepat karena mengedepankan unsur-unsur budaya di masyarakat Papua. Pihaknya berusaha meminimalisir pola penanganan yang represif. Sebab, cara tersebut tidak cocok dan sangat sensitif bagi masyarakat di Tanah Papua.
Sudah ada beberapa contoh yang membuat situasi keamanan di Papua mencekam, seperti saat kasus penembakan terhadap seorang aktivis Papua sekaligus Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni pada 2015. Kemudian, kerusuhan akibat isu rasisme pada tahun 2019. Dua contoh kasus tersebut, menurut Fakhiri menjadi pelajaran saat dirinya dipercaya memegang tongkat komando Polda Papua dan tidak ingin dua insiden tersebut kembali terulang.
Fakhiri berhasil meredam aksi anarkis yang dilakukan oleh simpatisan dan pendukung mantan Gubernur Papua Lukas Enembe saat prosesi pengantaran jenazah Lukas Enembe ke tempat pemakaman. Disisi lai, saat itu juga muncul isu-isu lain yang bisa menyebabkan polemik di tengah masyarakat, khususnya Orang Asli Papua (OAP).
Sementara itu terkait agenda nasional seperti Pemilu 2024 lalu, Fakhiri juga telah menyiapkan dan mengantisipasi sejumlah rencana serta langkah-langkah. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir adanya konflik dari dampak Pemilu tersebut. Antisipasi tersebut bisa dilakukan dengan berkomunikasi dengan seluruh pihak. Masyarakat Papua diharapkan dapat introspeksi dan mulai memperbaiki diri supaya aksi-aksi yang bersifat anarkis tidak akan kembali terjadi.
Sedangkan terkait kasus penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens oleh KST pimpinan Egianus Kogoya. Fakhiri mengatakan, kasus ini merupakan tanggung jawab semua pihak yang harus diselesaikan dengan cara pendekatan sosial dan budaya. Tokoh adat di Papua, Yanto Eluay, mengapresiasi 3 tahun kepemimpinan Fakhiri sebagai Kapolda Papua. Baginya, Fakhiri merupakan sosok putra Papua yang tegas dalam mengambil keputusan.
Yanto Eluay juga mengapresiasi pendekatan melalui sosial dan budaya yang dilakukan oleh Fakhiri dalam penegakan hukum di Papua. Sebab, dia menilai cara ini cukup efektif bagi masyarakat Papua. Pihaknya berharap figur dan ketegasan Fakhiri ini bisa menjadi contoh bagi siapa pun yang nanti dipercaya mengemban amanat sebagai Kapolda Papua yang baru. Kapolda yang baru nanti diharapkan bisa bertindak tegas dan tanpa kompromi.
Komitmen dan keseriusan pemerintah serta aparat keamanan terhadap penanganan isu keamanan Papua telah banyak dibuktikan melalui berbagai cara dan upaya. Sejumlah upaya tersebut seharusnya cukup untuk membungkam pihak-pihak yang masih menarasikan isu negatif terkait belum optimalnya penanganan masalah keamanan Papua. Kini saatnya kita bersinergi untuk mendukung dan mengapresiasi kinerja pemerintah maupun aparat keamanan dalam menangani masalah keamanan Papua termasuk KST.
*) Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta