Oleh : Zainudin Zidan )*
Mantan Eks Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis beserta 4 orang lainnya dikabarkan ditahan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus kerumunan di Petamburan menyusul Habib Rizieq Shihab yang sudah mendekam di tahanan sejak Desember 2020. Pemeriksaan dan penahanan eks tokoh FPI tersebut juga sudah sesuai ketentuan dan mendapat banyak dukungan masyarakat.
Mungkin nama Sobri Lubis tidak seterkenal Habib Rizieq, tapi sebenarnya sepak terjangnya tidak kalah keras dengan Habib Rizieq, salah satu provokasi yang masih terekam adalah ajakannya untuk memerangi kelompok Ahmadiyah dan membubuh Ahmadiyah.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya sempat mencecar Eks Ketua DPP FPI tersebut dengan lebih dari 50 pertanyaan selama 24 jam. Dimana Sobri bersama Maman Sueyani merupakan tersangka kasus pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Petamburan, Jakarta Pusat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, menjelaskan keduanya tiba di Polda Metro Jaya pada hari Senin 14 Desember 2020 dan baru selesai diperiksa pada hari selasa 15 Desember 2020 oleh tim penyidik Polda Metro Jaya.
Menurutnya, kedua tersangka tersebut diklarifikasi mengenai banyak hal, salah satunya yaitu tentang peran dan fungsi jabatan masing-masing di Ormas FPI serta perkara yang membuat keduanya dijerat sebagai tersangka.
Pada kesempatan berbeda, Tim penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menambahkan pasal penghasutan dalam sangkaan mantan Ketua Umum FPI didasarkan pada petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengungkapkan, berbekal petunjuk tersebut penyidik-pun melengkapi berkas yang dikembalikan.
Tidak hanya kepada Sobri, penambahan pasal juga diterapkan ke sejumlah tersangka lain dalam kasus tersebut. Kedati demikian, Andi masih enggan merincikan ihwal fakta baru yang ditemukan penyidik maupun materi perbaikan yang disetorkan ke jaksa.
Pasalanya, perkara akan segera disidangkan usai polisi merampungkan penyidikan dan melimpahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti ke JPU.
Sebagai Informasi, penambahan pasal jeratan terhadap sobri terungkap saat proses penahanan. Dirinya kini juga dijerat dengan pasal 160 KUHP terkait penghasutan dalam kasus kerumunan di Petamburan.
Saat awal ditetapkan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya, Sobri hanya dijerat undang-undang kekarantinaan kesehatan dan dugaan melawan petugas.
Jerat perkara bermula pada helatan pernikahan putri pentolan FPI, Rizieq Shihab pada November tahun lalu. Acara yang digelar usai kepulangan Rizieq dari Arab Saudi tersebut mengundang kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19. Polisi pun menindaklanjuti kejadian tersebut melalui proses hukum.
Pemerintah juga telah menetapkan bahwa FPI sebagai organisasi terlarang. SKB itu ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, Jaksa Agung dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
SKB yang resmi tersebut, menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan pelarangan dan pembubaran setiap kegiatan organisasi yang digawangi oleh Rizieq Shihab.
Dalam SKB itu juga disebutkan masyarakat bisa melapor jika menemukan FPI melakukan kegiatan dan polisi berhak membubarkan setiap kegiatan FPI. Atas landasan ini, tentu saja pemeriksaan terhadap eks Tokoh FPI mutlak dilakukan meskipun ormas tersebut telah resmi dibubarkan.
Apalagi ketika sebagian anggota teroris mengaku bahwa dirinya juga merupakan anggota FPI. Dimana anggota tersebut memiliki keahlian dalam merakit bom. Bahkan, mereka juga telah mempersiapkan “pengantin” sebutan bagi pelaku bom bunuh diri.
Padahal kita tahu bahwa radikalisme adalah musuh bagi NKRI, sehingga meski FPI mengklaim telah merubah namanya, tetap saja idealisme NKRI jangan sampai terkoyak oleh paham radikal.
Pemeriksaan terhadap eks anggota FPI tentu sangatlah penting, karena dari hasil pemeriksaan tersebut, pemerintah bisa menilai apa tujuan FPI serta rekam jejak anggotanya.
Pada tahun 2012 Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi juga sempat mempertimbangkan untuk membekukan ormas tersebut, hal ini dikarenakan dirinya belum bisa melupakan aksi anarkis massa FPI saat unjuk rasa menolak evaluasi sembilan perda miras 12 Januari 2012. Dimana pada saat itu sejumlah kaca gedung kemendagri hancur karena aksi anarkis tersebut.
Kita tentu tidak ingin bahwa rasa persatuan dikoyak oleh ideologi yang diprovokasi oleh segelintir orang.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bandung