Oleh : Dodik Prasetyo )*
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa dirinya tidak berniat untuk menjabat tiga periode. Pernyataan ini merupakan bentuk komitmen Presiden Joko Widodo terhadap konstitusi sekaligus upaya meredam polemik yang menggangu penanganan pandemi Covid-19.
Selama pandemi Covid-19 rupanya menjadikan beberapa orang membuat kegaduhan baru, dimana kegaduhan ini justru menimbulkan keresahan banyak pihak. Padahal selama Pandemi, justru kita harus senantiasa bahu membahu dalam membawa Indonesia untuk dapat keluar dari jeratan Pandemi yang sudah berumur 1 tahun lebih ini.
Salah satu kegaduhan yang muncul adalah, adanya isu bahwa Presiden Joko Widodo akan melanjutkan kepemimpinannya hingga 3 periode.
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengusulkan amandemen UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Usulan tersebut bertujuan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa mencalonkan lagi pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Selain itu, Amien Rais juga sempat menuding akan adanya upaya rezim Jokowi untuk mendorong sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menyetujui amandemen satu atau dua pasal dalam UUD 1945. Amien Rais menduga bahwa perubahan tersebut akan mencakup perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Pada kesempatan berbeda, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie mengungkapkan ketidaksetujuanya dengan ide tersebut. Menurutnya, Indonesia tidak membutuhkan perpanjangan masa jabatan presiden. Kalaupun ada ide mengenai perubahan terbatas UUD, maka jangan kaitkan dengan isu masa jabatan presiden tiga periode.
Pakar hukum tata negara ini juga mengingatkan agar masyarakat tidak terpancing dengan wacana terebut. Ini adalah ide yang buruk dari semua segi dan Cuma digulirkan sebagai jebakan saja. Dimana NKRI tidak membutuhkan perpanjangan masa jabatan sama sekali.
Sementara itu, Presiden Jokowi juga menegaskan sikapnya, bahwa dirinya adalah seorang presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu, pemerintahannya akan berjalan tegak lurus dengan konstitusi tersebut.
Jokowi juga menegaskan, bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki niat untuk menjadi presiden selama 3 periode. Undang-undang Dasar 1945 telah mengatur masa jabatan presiden selama dua periode yang tentunya harus dipatuhi bersama.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menuturkan, di tengah pandemi seperti saat ini, semestinya seluruh pihak dapat mencegah adanya kegaduhan baru dan bersama-sama seluruh elemen bangsa untuk bahu membahu membawa Indonesia keluar dari krisis pandemi untuk menuju lompatan kemajuan baru.
Isu yang sempat dilontarkan oleh Amien Rais tersebut, rupanya telah dibantah oleh Pakar Hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra
Awalnya, Yusril hanya berbicara terkait dengan amandemen pertama UUD 45 (1999) yang mengubah ketentuan Pasal 7 UUD 45 di mana presiden dan wakil presiden hanya menjabat maksimum dua kali periode jabatan, yakni selama 10 tahun. Amandemen tersebut, menurut Yusril menutup peluang seorang presiden untuk memegang jabatannya hingga 3 periode, kecuali telah lebih dahulu dilakukan amandemen terhadap ketentuan Pasal 7 UUD 45 tersebut.
Namun, di zaman seperti ini tampaknya akan sulit untuk menciptakan konvensi semacam itu, mengingat banyaknya faktor, seperti trauma akan langgengnya kekuasaan di tangan 1 orang dan derasnya suara dari oposisi.
Pada kesempatan berbeda, Arsul Sani selaku Wakil Ketua MPR RI memilih untuk tidak menanggapi serius perihal wacana 3 periode yang digaungkan oleh Amien Rais. Menurutnya upaya amandemen UUD 1945 guna memperpanjang masa jabatan presiden menjadi 3 periode hanyalah candaan politik alias political jokes.
Arsul menjelaskan, MPR saat ini tidak ada agenda sama sekali untuk mengubah pasal tentang masa jabatan presiden. Jangankan agenda perubahan, bahkan di tingkatan pemikiran awal saja tidak ada sampai saat ini.
Hal serupa juga diungkapkan wakil ketua MPR RI Ahmad Basarah. Menurutnya, PDIP belum pernah memikirkan, apalagi mengambil langkah-langkah politik untuk mengubah konstitusi hanya untuk menambah masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
Basarah menuturkan, bagi PDI-P, masa jabatan presiden 2 periode seperti yang saat ini berlaku sudah cukup ideal dan tidak perlu diubah lagi.
Kegaduhan ini tentu saja membuat suasana menjadi runyam, apalagi pemerintah tengah fokus dalam menangani Pandemi Covid-19, sehingga cukup kiranya isu-isu ini hanya dianggap sebagai angin lalu, apalagi MPR belum memiliki pemikiran untuk mengamandemen demi perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi 3 periode.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan mahasiswa Cikini